Kamis, 31 Desember 2020

Perempuan yang memesan Cappucino untuk dirinya sendiri di hari ulang tahunnya.

 



 


 Saya memilih merayakan ulang tahun saya dengan duduk di kafe seorang diri, memesan minuman dan makanan yang saya inginkan untuk merayakan hari ulang tahun saya. Hari ini mendung, hujan baru saja turun ketika pesanan saya tiba. Saya memilih duduk di tempat yang membuat pandangan saya tidak terhalangi dan memiliki tempat untuk mengecas laptop dan handphone jika diperlukan. 

Saya datang seorang diri, melihat kafe ramai oleh pengunjung yang datang bersama teman-temannya di penghujung tahun ini. Saya tanpa merasa risih tetap duduk seorang diri dan melakukan aktivitas yang nyaman tanpa mengganggu perhatian pengunjung lainnya. Lalu membuka blog pribadi untuk mulai bercerita secara jujur tanpa mengurai terlalu banyak hal personal, membalas chat teman dan keluarga yang mengucapkan selamat ulang tahun, membuka sebuah website dan melihat tulisan saya telah dipublish di sana, mengangkat telepon dari dua orang teman dan mengabadikan kenangan saat saya berada di kafe ini dan memuatnya di story whatsapp dan status facebook dengan sedikit basa-basi. 

Saya memesan Cappucino dan Smokey Corned BeeF & Mushroom untuk diri saya sebagai cara saya merayakan hari ulang tahun. Saya tidak memiliki janji untuk bertemu siapa-siapa hari ini, walau ada yang bilang akan turut merayakannya bersama namun tak saya masukan itu dalam list janji. Saya tidak ingin menaruh harapan sama siapa-siapa pada hari ini dan hari ke depan dalam hidup saya. Sebenarnya telah lama saya menanamkan itu dalam diri saya, bertumbuh dan berbuah. Terkadang manis, pahit bahkan kecut.  

Saya memesan Cappucino tanpa banyak memilih varian menu minuman lainnya, saya memesannya secangkir. Ditemani makanan yang cukup berat namun baik untuk dimakan siang ini. 

Saya bahagia namun tetap kalem saja merayakan hari ulang tahun ini. Walau sepi karena semua sibuk dengan urusannya masing-masing dengan dirinya sendiri ataupun dengan keluarga. Tidak enak jika saya menuntut agar mereka memberikan waktunya untuk ada bersama saya. 

Karena saat saya lahir, keluarga terdekat lha yang pertama kali melihat saya hadir di bumi maka saya selalu ingin berterima kasih kepada mereka di tiap hari dalam hidup saya. Walau sebagai anak dan sebagai anggota keluarga, saya ini sering kali menyakiti mereka dengan sikap saya yang cuek dan agak dingin dalam keluarga. Seringkali saya habiskan banyak waktu saya untuk bekerja di luar rumah, melakukan hobi, jalan dan duduk minum di kafe lalu mengurangi intenstitas komunikasi sebagai sesama anggota keluarga. Mungkin seperti itulah sehingga keluarga di sebut sebagai rumah, "tempat kita selalu pulang"

Memasuki bulan Desember, hampir semua keluarga ingat akan nama-nama anggota kelurga yang akan berulang tahun. Sambil menunggu peringatan kelahiran Yesus kami juga turut menunggu peringatan hari kelahiran kami. 

Awal bulan telah terpikirkan oleh saya untuk memesan kue ulang tahun yang besar dan membuat pesta perayaan ulang tahun yang ke-26. Namun tiga hari menjelang hari ulang tahun terlebih setelah saya membuat pertimbangan tentang rencana itu maka saya membatalkan itu tanpa sempat saya beritahukan rencana itu ke keluarga terdekat. Sehingga tak ada yang saya kecewakan. Kecuali kami akan mengadakan acara kecil-kecilan memperingati hari ulang tahun sambil menanti pergantian tahun dengan malam yang pastinya akan dihiasi dengan semerbak kembang api. 

Saya meneguk perlahan secangkir Cappucino, menambahkan sedikit gula dan ketenangan isi kepala. Hehehehe. Harum Cappucino yang hangat dan sangat memanjakan saya, membuat saya yang isi kepalanya ini sempat penuh malah terurai perlahan dan membuat saya tenang. Begitu juga dengan hati saya, dari saya yang agak kecewa dengan sesuatu hal pun perlahan tenang dan berdamai dengan perasaan itu.

 

Taburan cokelat dan busa lembut di atasnya sungguh memnajakan mata. Mengangkat cangkir perlahan menaruhnya di bibir saya dan mengangkat bagian belakang gelas sehingga minuman itu masuk dengan pelan juga ke dalam mulut saya tanpa harus mendongakan kepala. Walau harumnya yang lembut dan busa lembut plus cokelat yang memanjaan mata, tetap saja saya membutuhkan tambahan sedikit gula. 

Saya menghabiskan secangkir Cappucino sambil mencoba menguraikan hal yang ada dalam pikiran saya. Pertama, saya tidak bisa terus-terusan manja sama diri saya. Kedua, saya harus membuat budget/pos pengeluaran khusus ngopi di kafe atau makan di luar sendiri atau bersama teman. Ketiga, saya harus berhemat. Saya ingin memesan lagi secangkir Cappucino saat cangkir yang pertama habis lalu saya teringat bahwa saya perlu berhemat dan menahan segala keinginan saya.

Ternyata untuk berhemat butuh motivasi dan goals. Terpikirkan oleh saya bahwa saya ingin berhemat di tiap hari dalam hidup saya agar saya bisa menambahkan uang bulanan yang akan saya berikan kepada Bapa & Mama. 

Lalu saya sadari bahwa banyak hal yang saya lakukan selama ini hanya untuk membuat orang terdekat saya senang dan bahagia. Saya begitu khawatir jikalau orang terkasih merasa kecewa, sehingga saya cukup hati-hati mematuhi dan menjalankan aturan dan arahan yang diberikan untuk saya. Saya merasa otak dan langkah saya diatur untuk menjawab ''IYA'' dan saya merasa capeh untuk semua hal itu. Banyak hal-hal yang dibatasi hanya untuk saya saja selama ini atau saya yang sangat takut mengecewakan mereka. Saya teringat dengan wawancara Lady Gaga saat ditanyakan pesan dia untuk banyak orang dan dia menjawab '' Be True to Yourself'' .

Saya akan merekonstruksi beberapa hal dalam hidup saya, tentunya akan ada rekonstruksi besar-besaran tentang value saya, bagai mana saya menanggapi perasaan khawatir saya akan orang-orang terkasih, menata pikiran dan perasaan saya sehingga saya tak mudah cemas mengurus hal yang menuntut tanggung jawab saya. 

oOh ia, saya baru saja membuka hati lalu takut disakiti. Mungkin ini juga hal yang harus saya rekonstruksi.

 

Untuk segala basa-basi saya dengan diri sendiri saat meneguk secangkir Cappucino, saya ingin bilang ke diri 

           Selamat Ulang Tahun. Selamat Melalui Usia yang Baru, Cici. 26 Tahun Hanya Angka. 


Salam

Cici Ndiwa


(Kafe Kopi dari Hati, 31 Desember 2020)



Jumat, 27 November 2020

Prolog

Ia duduk memandangi tuts keyboard notebook melalui sela-sela jemari yang cat kukunya telah terkelupas. 

Memandangi cincin bermata putih yang melingkar manis di jari tangan kanannya. 

Juga guratan urat-urat dipunggung tangannya yang  sangat nampak. 

Ia memulai sebuah hal yang mungkin tidak berguna malam ini. 

Menghitung ruas-ruas seluruh jari tangan kiri dan kanan, bekas luka, tahi lalat dan urat-urat yang sangat nampak. 

Dihadapannya ada sebuah cermin berukuran kecil. 

Ia memandang wajahnya dengan perlahan. 

Ada sebuah tahi lalat di bawah bibirnya.

Ia tak begitu mempercayai mitos yang beredar tentang tahi lalat itu. 

Sesekali ia banyak bicara, terkadang diam saja dan ia tidak cerewet. 

Tahi lalat tidak harus dicari artinya cukup dipandangi saja dan ia tak akan malu. 

Ia teringat dengan tahi lalat seseorang dan tidak berani menebak di sisi mana tahi lalat itu berada. 

Cukup dengan membayangkan pemilik tahi lalat itu ia merasa tidak egois dalam relasi antar individu. 


Cici Ndiwa




Jumat, 02 Oktober 2020

Kenangan dan Sedikit Cerita Part 2

Dipertemukan oleh pekerjaan dan menjadi kaka, saudara-saudari & sahabat yang baik. Pekerjaan ini punya durasi/kontrak kerja, tapi untuk persaudaraan akan selalu ada sampai nanti. 

Foto 1 & 2: Dengan Kak Kristina Amur (Kak Kris). Akan ada juga foto kami (Ka Ris & Saya) saat panen wortel di kebun.


Foto 2 & 3; Foto setelah pleno DPHP di kantor camat Langke Rembong. 




Foto 4: Di kantor kelurahan Karot, malam menjelang pukl 00:00; ini yang otak aktif dan fisik su lemah. 


Foto 5: Makan puding cokelat enak siang-siang di kantor kelurahan Bangka Nekang.

Foto 6: Di Wae Lengkas dengan Kak Ata & Kak Nensy

Foto 7: Dengan Yuni setelah makan Mie Ayam. 

Terima kasih, masih banyak foto-foto bagus....

Selasa, 29 September 2020

Kenangan & Sedikit Cerita Part 1 2020

 Kafe jadi tempat saya & ka Elen bercerita tentang apa saja, dengar musik dan mamiri (makan minum ringan). Kami mulai sama-sama ke Kafe saat bulan Agustus 2020, di akhir bulan. Lalu secara rutin tiap minggu atau dua minggu sekali ke kafe untuk cerita. 







Walau sering berdua ke kafe, saya juga sering datang sendiri ke tempat ini. Minum teh, makan kentang goreng & memikirkan sesuatu yang memang saya prioritaskan untuk saya pikirkan di tempat ini. 

Di Liang Bua. Ini yang kesekian kalinya saya ke sini & masih ingin kembali lagi entah sendiri, dengan pacar atau pun dengan teman-teman. Saya merasa kurang referensi bacaan tentang situs ini. Semoga dalam perjalanan ke depan, saya menemukan bahan bacaan tentang Liang Bua.






Senin, 21 September 2020

Pluviophile; Penyuka Hujan (bagian 1)

 Sedikitnya, saya ini "pluviophile"

Zaman saya kecil, sepupu dan saya sangat menyukai hujan. Semua keseluruhan hujan yang muncul pagi, siang, sore atau malam dan juga jika hujan itu muncul sepanjang hari. Ada kenyamanan sekaligus kebebasan yang turut muncul bersamaan dengan deraian hujan. 

Saat hujan muncul di pagi hari di masa kecil, itu akan menjadi alasan agar bisa terlambat ke sekolah. Tidak perlu terburu-buru ke sekolah karena jika sampai di sekolah tak akan dimarahi oleh guru. Itu berlangsung sampai masa SMA, hujan membuat saya bisa lebih santai di pagi hari. Saya yang santai namun seisi rumah yang huru-hara karena saya belum bergegas ke sekolah.Hujan membuat aturan sekolah dilonggarkan. Walau banyak juga aturan saat sekolah yang sempat saya langgar entah itu musim hujan atau tidak. Seperti kewajiban memakai sepatu warna hitam ke sekolah saat SMA. Kami dapat mengenakan sepatu warna lain bahkan sendal jepit saat hujan. Berjalan di genangan air hujan masih menjadi favorit saya. 

Walau kami tahu kapan musim hujan akan muncul, kami kurang mempersiapkan untuk itu. Saat hujan muncul, barulah kami dengan segera membeli payung dan mengecek mantel hujan. Saya ingat saat masih kecil, usia Sekolah Dasar. Kami saling berbagi payung, sepayung tiga orang. Tentunya kami akan saling berebutan payung itu akan dipegang oleh siapa saat tiba di sekolah, keputusan untuk itu selalu kami dengar dari mama. Alasannya sangat masuk diakal kami,yang saat itu masih kecil entah ada di kelas siapa pun yang penting itu karena keputusan mama bukan kami. 

Jika hujan di jam kami pulang sekolah, maka mama akan menjemput. Membawa satu payung yang akan dipakai bersama dengan beliau dan uang jajan yang membuat kami tidak kelaparan siang itu karena bisa membeli jajan di kantin sekolah atau kios-kios sepanjang perjalanan pulang ke rumah. 

Saya suka aktivitas menunggu Mama atau keluarga lainnya saat pulang sekolah, saya suka menerka-nerka akan dijemput oleh siapa. Saya akan menunggu di depan kelas sambil menolak ajakan teman untuk pulang bersama mereka. Mama selalu jemput di waktu yang tempat. Sepanjang perjalanan kami akan bercerita tentang masakan yang ada di rumah, adik saya yang rewel, tamu yang datang ke rumah dan menanyakan tentang teman-teman saya. Seringkali saat seperti itu saya pakai untuk minta dibelikan jajan, tas, boneka, buku dan jam tangan juga minta uang jajan yang lebih untuk esok harinya. Karena saya tahu jika Mama memulai cerita, maka beliau tidak mudah marah jika saya mulai minta ini dan itu. Sempat saya minta untuk tidak dijemput saat awal kelas 6 SD, karena saya melihat tak ada satu pun teman saya yang dijemput oleh mamanya bahkan semenjak kami kelas 2 SD. Saya berpikir untuk mengikuti teman-teman saya, mempunyai kemerdekaannya sendiri dan memilih untuk mandiri dengan satu cara yakni tidak dijemput. 

Bagi Mama, saya harus tetap dijemput tiap pulang sekolah apalagi jika hujan. Satu hal yang menjadi ketakutan beliau adalah Ia takut saya diculik oleh orang. Pernah Ia tidak menjemput saya dan saya terlambat pulang ke rumah karena main di rumah teman. Ternyata ia mencari saya di sekolah, menanyakan saya ke orang-orang di sekitar sekolah, ke orang tua dari teman saya dan terakhir ia menemukan saya sedang main masak di halaman belakang rumah seorang teman akrab saya. Saya merasa saat itulah ia mulai memberikan kelonggaran tanpa langsung berkata 'IA" atau langsung "menyetujui" saat saya minta. 

Sejak hari itu ia memberi kelonggaran baru bagi saya. Kelonggaran dengan sebuah catatan yakni "harus jujur" saya bermain dengan siapa dan dimana. Intinya, kejujuran. Sampai saat ini, soal kejujuran dengan Mama saya memilah itu; yang bisa diberitahu ke Mama dan yang menjadi privasi untuk Cici. 

Oh ya, saya lupa menerka berapa jumlah teman lelaki saya yang pernah diancam oleh Mama karena mengganggu saya. 


Kembali tentang hujan. Saya menyukai hujan yang datang tanpa petir. 


Salam


Cici Ndiwa

Sabtu, 19 September 2020

Sedikitnya Tentang Mengenali Emosi


Memesan secangkir susu cokelat hangat yang diminum perlahan hampir sejam sambil mengurai pemikiran dan perasaan yang menumpuk di kepala dan hati. 

Mungkin punya banyak pemikiran akan lebih baik jika diri ini mampu mengurai. Begitu juga dengan perasaaan, merasai ini dan itu lebih baik dari pada mati rasa. 

Terkadang dengan segala kesoktahuan saya yang sempat berpikir bahwa dewasa itu datangnya dari usia, saya berpikir bisa mengendalikan perasaan. Ternyata belum sama sekali. Usia bukanlah patokan, dengan mudah tersulutnya emosi saya adalah contohnya. 

Lebih gampang bicara tentang mengendalikan perasaan dari pada mengatur diri saat perasaaan-perasaaan itu muncul. Baik jika perasaaan indah yang muncul, bagaimana jika saat itu kita sedang bad mood dan kita berada disekeliling orang-orang. 

Saya ingin mengurai tentang bad mood saya. Mungkin dengan menuliskannya akan lebih membuat saya menyadari itu. Mood saya berubah-ubah dalam waktu singkat. Bisa buruk, tenang dan baik. Kadang begitu menyukai satu hal dengan sangat lalu dalam waktu sepersekian jam akan tidak menyukai. Satu ketakutan saya, hal ini (bad mood) akan membawa saya ke dalam perasaaan yang lebih tinggi dengan tingkat melukai perasaan orang yang teramat parah (saya menkhayali ini, semoga bisa teratasi)

Beberapa teman yang saya kenal, mood mereka sering berubah-ubah karena sedang PMS. Maka berbeda dengan yang saya alami, pms tidak begiitu mempengaruhi. 

Saya menyadari latar belakang perubahan mood saya, karena saya hidup dengan mood seperti itu bertahun-tahun. Saya mengenalinya, mood saya tba-tiba berubah jika terlintas atau teringat hal buruk yang terjadi di masa lalu dalam hidup saya. 

Hal-hal yang terjadi di masa kecil saya lebih banyak mempengaruhi dan setelah itu diikuti dengan pengalaman kurang menyenangkan di masa umur 20 an yang lebih banyak dipengaruhi oleh relasi saya. 

Ketika menyadari bahwa pengalaman di masa kecil itulah menjadi penyumbang terbesar bagi mood saya yang berubah dan emosi saya yang kuirang kendali, maka saya memutuskan untuk belajar tenang dengan mengolah perasaan yang timbul saat ingatan itu muncul. 

Saya ingat, satu per satu kenangan buruk muncul dalam hidup saya. Saya seperti dibawa kembali ke masa itu, menyadari kalau dulu saya lemah dan mudah dipengaruhi. Menyadari kalau dulu saya tidak berusaha untuk membuang halk itu dari ingatan saya. Saya simpan itu bertahun-tahun, lalu hal buruk itu muncul dan mempengaruhi berbagai perasaaan. 

Saya sering terbangun dengan kaget saat malam, lalu tidak tidur kembali. Sering juga saat hendak terlelap hal itu muncul, saya langsung terjaga buka mata cepat-cepat dan rasa kantuk saya hilang. Saya merasa kenangan buruk itu seperti monster. Beberapa kali saya enggan tidur malam karena takut bermimpi ketemu monster. Hal seperti ini memang menyusahkan saya. Lebih sulit bagi saya jika hal seperti itu menyusahkan orang lain. 

Menyadari perubahan mood saya lebih sering dipengaruhi hal buruk, maka saya sangat berhati-hati saat berelasi dengan sesama keluarga maupun teman-teman. Yang ada dalam pikiran saya saat berelasi hanyalah meminimilisir mereka tersakiti oleh perubahan mood saya. 

Semua manusia mempunyai emosinya masing-masing, semoga dengan mengetahui hal itu saya dan kamu lebih bisa untuk tidak egois. Lebih berusaha untuk mengenali perasaan itu dan mengendalikannya agar tidak melukai perasaan dan fisik orang. 

Salam 

Cici Ndiwa


Note: Malam Minggu di torush kafe

Senin, 25 Mei 2020

(Tak ada judul)

Kamu di sana...
Aku sibuk menerka-nerka bagai mana hatimu merasa dan bagai mana kamu berpikir. 

Mungkin malam ini kamu juga terjaga, mengenang hal-hal yang lalu yang kini terbawa malam. 
Atau kamu sedang merangkai impianmu & berkhayal apa saja tentang esok atau nanti. 
Dari balik hatiku yang keras, untuk mengaminkan doamu dan membantu jalanmu aku sungguh-sungguh kuat. 
Kau harus lebih kuat dariku, harus lebih banyak bicara & berani. Aku yang percaya, bahwa kau terlahir untuk tidak pernah takut akan apa pun. 

Terkadang aku yang khawatir. 
Pikiran memakan tubuhku dan aku berbicara sendiri dengan pikiranku. 

Untuk hari-hari berikutnya...
Mungkin hati ini tetap keras dan aku janji, kau tak akan aku sakiti. 

Salam. 

Cici.

Note; Kau akan selalu baik-baik saja. 

Jumat, 01 Mei 2020

Terima Kasih, April

April tahun ini baru saja selesai, saya pun kembali mengingat apa saja yang telah terjadi selama saya menjalani tiga puluh hari dalam bulan April yang telah lewat. Tidak terlalu susah mengingat karena saya dibantu oleh catatan sederhana di buku kecil dan saya melakukan beberapa hal itu sebagai rutinitas harian. Sehingga bisa membantu daya ingat saya.

Mencatat Pokok – Pokok Doa
Ini telah menjadi kebiasaan sejak tahun 2019. Tiap awal bulan, saya menuliskan itu menjadi beberapa poin. Beberapa hal menjadi permintaan dan beberapa yang lain menjadi bentuk syukur.
Ada yang menjadi ujud jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Bagi saya, dengan
menuliskannya itu membuat saya semakin tekun dalam tiap pengharapan. Terkadang saya masih
sering lupa mendoakan itu: seringkali didoakan menjadi ujud umum. Inilah yang saya sadari kalau tiap melanggar janji ke diri sendiri yang saya buat adalah bersembunyi dalam pemikiran “itu sangat manusiawi” (yah..langsung cubit pipi). Bersyukurnya saya cepat menyadari kalau itu kurang baik, maka esok tak boleh begitu lagi.
Jadi saya mengganti jam doa dari berdoa sesaat sebelum tidur kini berdoa saat malam di jam tak
ngantuk dan pemikiran saya masih segar.

Hanya Dua Kali Makan Batagor – Jajan Kesukaan 
Ini menjadi pencapaian untuk saya yang hobi jajan ini. Tiap kali suka sama satu makanan pasti akan
makan itu terus menerus, lidah ini memang sangat susah mengakrabi rasa. Pas lidah mencecap rasa
batagor malah jadi kecanduan untuk terus memakannya.  Di bulan sebelumnya, biasanya jajan batagor bisa empat kali dalam seminggu dengan begitu bisa 16 kali saya ke tempat batagor untuk memakan jajan kesukaan saya itu. Terkadang itu jadi tempat singgah saat kepertokoan dan sering jadi tempat tujuan dari rumah.  Saat memasuki April, saya mencoba dengan sekuat daya tahan saya untuk mengurangi memakan jajan kesukaan saya itu. Beberapa hal lucu yang saya ingat pernah saya lakukan yakni mencari jalan lain saat hendak ke pertokoan karena keinginan jajan bisa muncul dari mata, selalu makan dan minum pokoknya memastikan perut terisi biar tidak dadakan lapar saat lewat di tempat jajan kesukaan, beberapa kali gagal dan saya pun beli dengan jumlah uang yang sedikit dan minta dipotong kecil yah saya kunyah dengan lama, kemudian saya menemukan pola pikir baru tentang alasan saya tidak boleh jajan. Yah menemukan pemikiran yang bisa mencegah langkah saya adalah hal yang tepat. Saya bisa dengan mudah untuk tidak melakukan sesuatu kalau saya telah menemukan alasan yang memang datang dari dalam diri. Memutuskan untuk tidak jajan batagor bukanlah keputusan yang sederhana. Sebagai seorang yang sangat suka memikirkan plan A, B, C, D dst hal tersebut bukan menjadi masalah. Berikutnya saya akan mencoba untuk sama sekali tidak jajan batagor. Sedikit demi sedikit uang jajan bisa dipakai untuk membeli bibit tanaman dan itulah yang saya lakukan.

Menonton Drama Korea
Dikarenakan jarang dilakukan sehingga saat sekali atau dua kali dilakukan maka punya keinginan
untuk menulis seperti saat ini. Yah, tiap orang akan menonton drama Korea pada saatnya. Saya
menonton VIP sampai selesai dan The World of the Married. Saya menonton hanya tiap Jumat, Sabtu
dan Minggu. Itu berlangsung selama dua pekan di bulan April. Awalnya dimulai dari penasaran lalu
mencoba lirik saja dan menyukai pemeran perempuannya berakting dan segala percakapannya. Itu terjadi saat saya menonton kedua film tersebut. Saya jadi kecanduan dan tetap menonton ikut aturan hari.

Mengirim Tulisan
Saya merasa cukup produktif dalammemanfaatkan waktu malam untuk menyelesaikan tulisan. Telah
saya kirimkan untuk beberapa keperluan saat menjelang deadline.
Seperti biasa, saat telah menyelesaikannya saya pun memberi waktu santai yang banyak untuk diri.
Karena menyelesaikan puisi tidak bisa setengah-tengah, ini sangat subyektif.

Menanam Sayur
Saya melanjutkan hobi yang sejak kecil saya lakukan, yakni menanam. Kalau saat kecil saya suka menanam bawang putih dan bawang merah untuk diambil daunnya, sekarang saya menanam
beraneka sayuran dengan persiapan yang cukup baik. Tentu saja saya sambil belajar. Saya belajar
dari youtube.
Beberapa sayur sedang dalam masa persemaian, beberapa yang lain telah tumbuh dengan hijau di
toples-toples plastik bekas.
Saya memanfaatkan barang-barang plastik yang rusak lalu saya perbaiki agar cocok dijadikan media tanam.
Beberapa benih saya semaikan di kardus bekas. Tiap pagi sehabis mandi saya suka mengecek dan
merawat tanaman saya dengan baik. Semakin sering saya lihat maka semakin terasa tumbuhnya
yang melambat. Tapi benih-benih itu terus tumbuh menjadi bentuk terbaiknya.
Untuk pupuknya, saya belajar dari youtube dan menyiapkannya sendiri untuk tanaman-tanaman 
saya. Tentu saja mencampurkannya dengan tangan sendiri. Ini masih akan terus berlanjut.. 

Terima kasih untuk tiga puluh hari dalam bulanmu, April. 

Ruteng, 1 Mei 2020. 


Cici

Selasa, 07 April 2020

Tentang menukar nomor antrean


Kita menunggu sebuah giliran setelah mengambil nomor antrean..
Melirik sekeliling, menghitung jumlah orang dan melihat nomor kita ..
Jika saja kita datang lebih awal, kita akan mendapat nomor antrean yang lebih muda
sehingga tidak terlalu lama menunggu..
Jika semua datang lebih awal, siapakah yang berdiri di depan pintu ruangan sembari menunggu dibuka agar cepat
mengambil nomor termuda? Bisa saja kamu, saya dan semua memiliki kemungkinan untuk itu.

Kita mulai menghitung, satu per satu orang keluar dari ruangan
Kita sedikit legah, berpikir kalau petugas akan semakin dekat memanggil nomor kita
dan melewatkan yang tak ada di ruangan
Orang itu datang lagi, menanyai nomor antrian kita dan memberikan nomornya untuk kita
Nomornya lebih muda dan kita mendapatkan itu

Dengan sedikit canggung kita menerima
Kita tak lagi harus menunggu lama,
Di tangan masih ada dua nomor antrian
yang berarti nomor kita menjadi nomor yang lebih muda
bagi pengunjung yang baru datang
dan kita memberikan itu kepada pengunjung yang baru datang


Salam hangat,

Cici Ndiwa

Senin, 06 April 2020

Buku harian & hal tidak remeh

Kemarin saat membersihkan lemari buku, saya menemukan begitu banyak buku cantik dan unik yang adalah buku harian saya. Saya menyimpannya diantara buku-buku kuliah dan jurnal yang telah saya baca. Lemari dan segala isi
di dalamnya memang tidak menarik dan saya menyukai itu karena mengurangi ketertarikan orang rumah dan saya untuk melihat isinya. Tentu saja lemarinya tidak dikunci, beberapa kali kuncinya hilang dan daya mengingat saya untuk barang-barang sekecil itu (walau penting) kadang tidak terlalu bagus. 

Saya mengeluarkannya dengan perlahan dari antara barang yang menghimpitnya agar lembarannya tidak robek. Saya menaruhnya di atas lantai sambil membersihkan debu yang ada, menaruhnya sesuai urutan tahun. Walau
ada sobek dan banyak coretan di sampul luar, buku harian tertua datang dari tahun 2008. Berurutan sampai yang paling muda lahir pada tahun 2018. Itu yang murni isinya catatan harian, kalau untuk buku yang tetap saya namai catatan harian namun berisikan begitu banyak rangkuman dan catatan tentang pekerjaan itu ada pada tahun 2019. Untuk 2020, saya punya beberapa buku yang catatannya tidak terlalu privasi, tahun ini lebih banyak menulis salinan doa & renungan bacaan.

Membaca kembali buku-buku harian itu, membuat saya kembali mengenang perjalanan di tahun-tahun lalu. Sambil mengapresiasi diri dengan kalimat yang menenangkan dan memotivasi, terkadang diiringi beberapa tanya tentang beberapa hal yang kali ini tidak saya ingat, tapi dulu saya pernah menjalaninya.

Buku-buku harian saya kurang bersih dari membicarakan nama orang dan saya inisialkan itu. Beberapa inisial saya ingat, beberapa lainnya tidak saya ingat. Kini, saya jadi lebih mantap memilih lembaran yang akan saya robek dan bakar.

Saya menulis segala impian besar saya, tentu saja dengan plan b & c yang turut mengikuti. Sejauh ini, saya merasa sedang melangkah menuju hal itu.

Sungguh begitu optimis kan? Iya, sungguh.

Kalau impian besar saya telah terwujud, bagaimana saya akan jalani hidup? Impian itu dengan sendirinya akan menghadirkan impian lainnya dan saya tetap optimis untuk hal itu.

Karena menulis impian di lembaran awal buku harian, itu membuat saya harus menulisnya dengan sangat baik. Saya yang dulu, sungguh memikirkan itu dengan matang lalu menuliskannya. Walau saya menuliskan dengan baik, seakan tiap jengkal langkah saya telah saya rencanakan; saya tetap menyukai segala hal-hal tidak terduga yang terjadi di hari-hari dalam hidup.

Saya sempat berpikir kalau satu hal yang saya impikan akan susah saya wujudkan, karena saya
merasa ada di jalur yang berlainan namun suatu yang bernama “benang merah” mampu membuat saya kembali perlahan di jalan menuju impian itu. Saya pemimpi? Saya bahkan tidak pernah memikirkan bagai mana orang memikirkan hal itu.

Impian tidak hanya tertulis di buku harian, ia ada di langkah dan segala pemikiran. Saya mengibaratkan hidup ini adalah sebuah project besar, yang saya buat adalah merancangkan itu dalam sebentuk proposal. Saya berikan itu
pada Pencipta, dimasa-masa ia sedang membaca dan menyiapkan dana untuk hal yang saya tulis dalam proposal itu, saya tetap menjalani sebagaimana saya ingin jalani hari-hari saya.

Saya percaya, yang saya jalani telah ada dalam
rancangannya, Pencipta sedang mencocokan itu untuk saya. Selagi menunggu itu, IA tetap memberikan banyak berkat untuk saya.

Salam hangat,

Cici
 


Sabtu, 04 April 2020

Sepasang Sepatu Orange


“Seseorang berjalan meninggalkan jejak sepatu, diikuti oleh seorang yang mengikuti jejak itu”

Sepasang Sepatu
Ada sepasang sepatu yang diajak bicara oleh pemiliknya. Sepatu itu berwarna orange dan bertali. Orange adalah warna yang disukai oleh pemiliknya saat masih kecil. Dari dua belas warna yang ada di kotak pensil warna, ia selalu mengambil warna orange untuk mewarnai atap rumah, matahari dan lautan. Bukannya ia tidak tahu warna yang sebenarnya pada atap rumah dan lautan, tapi warna itulah yang paling menarik baginya maka ia memilih warna itu tanpa
berpikir apa yang dikatakan oleh guru dan orang tuanya saat melihat gambar tersebut. Indah sekali, kan? Memilih sesuatu karena keinginan sendiri bukan demi prasangka baik orang. Kembali ke warna orange yang ia sukai, ia mewarnai matahari dengan warna orange setelah menggambarnya dengan bulat dan diberi senyum. Entah saat itu
idenya datang darimana, tapi ia menikmati itu sebagai yang indah. Jika dibayangkan, matahari orange sangatlah terik untuk ukuran hangat yang harus manusia dapatkan. Bahkan tumbuhan bisa layu jika sehari saja matahari sangat terik,
yah matahari orange.

Saat mewarnai matahari dengan begitu orange, ia nikmati perasaan senang tanpa memikirkan
keadaan apa yang akan ditimbulkan jika gambarnya sungguh-sungguh dipakai Sang Pencipta untuk menghiasi alam semesta.

Ia juga menyukai laut, ia menggambar laut dan memberinya warna orange. Tentu saja ia pernah melihat laut, dan ia mewarni laut digambarnya dengan warna yang ia sukai. Betapa menyenangkan menjadi apa saja yang kita
inginkan, begitulah versi dewasanya memikirkan itu.

Karena sering menggunakan pensil berwarna orange, maka pensil itu ia raut terus menerus sampai ia tak lagi bisa memakainya untuk mewarnai. Ia tak sedih, karena ia tahu akan ada yang memberikannya lagi tanpa banyak usaha.
Si pemilik sepatu mengenang itu dengan baik. Ia bisa mendapatkan pensil warna tanpa harus bekerja mencari uang sendiri untuk membeli itu, ia cukup merengek manja maka kebutuhannya akan diprioritaskan. Tidak begitu dengan sepatu yang saat ini ia kenakan, jika ia menginginkan sepatu maka ia harus menyisihkan uang hasil kerja untuk
membelinya.

Begitulah sampai sepatu itu ia kenakan di kakinya. Ia ingat saat mengetest sepatu itu di tempat jualan dan menawar harganya hingga pas dengan dana yang ia punya untuk membeli sepatu itu. Saat masih kecil, ia tinggal menyorong kaki kanannya untuk mengetest sepatu dan ibunya akan membayarkan itu untuknya. Yang ia tahu, ia
memakai sepatu itu tanpa bersusah menawar harganya.

Si pemilik melihat sepatunya dan bertanya “apa kamu baik-baik saja?” sepasang sepatu itu tidak menjawabnya. Namun pemiliknya membayangkan jika sepatu itu bisa berbicara kepadanya “Setelah kamu mengenakanku berhari-hari, aku tetap baik-baik saja” sang pemilik mengelus sepatunya dengan lembut sambil membersihkan pasir yang
menempel di sepatunya.

Ia tahu, sepatu orange menyimpan begitu banyak cerita. Sepatu orangenya tahu segala harapan dan
impiannya. Sepatu orange mendekap kakinya dengan hangat seakan setuju dengan apa yang ada di benak pemiliknya “menjadi perempuan harus jauh lebih kuat untuk mewujudkan impian”, maka pemiliknya tahu bahwa untuk impian ia
harus tetap teguh dan kuat dalam memperjuangkan.

Entah pada tahun berapa pun itu, ia berjanji pada sepatu orange untuk turut membawanya kemana saja. Satu impiannya yang tak akan pernah padam yakni menempuh pendidikan di satu negara impian. Ia berjanji, jika sampai tahun itu datang dan hari itu tiba ia akan mengenakan sepatu orange di negara itu dan ke kampus yang ia impikan.


Salam hangat,

Cici

Sabtu, 22 Februari 2020

Ghosting

Saya baru tahu tentang ghosting dari sebuah artikel di magdalena.co.id, setelah saya membacanya barulah saya menyadari bahwa saya sedang mengalami fenomena seperti itu. Fenomena seperti itu saya alami dalam sebuah relasi. Awalnya saat melihat kata ghosting, saya berpikir bahwa ghosting itu seperti menakut-nakuti seseorang dengan hal-hal mistis. Ternyata bukan seperti itu, saya pun mempertanyakan ke diri sendiri kenapa hal seperti itu dinamakan ghosting? Sisi sok tahu saya pun muncul, dinamakan ghosting mungkn terinspirasi dari setan/hantu yang suka hilang lalu
muncul kembali.

Nah, dari pada terus terkungkung dengan ke-sok-tahuan saya itu, maka saya pun menelusuri kata ghosting di mesin pencarian terkenal kita yang bernama google.

Menurut wikipedia, Ghosting is a colloquial term used to describe the practice of ceasing all comunication an contact with a partner, friend, or similar individual without any apparent warning or justificaton and subsequently ignoring
any attempts to reach out or communicatemade by said partner, friend, or individual. Yah seperti itulah, definisi dari ghosting, sesuai dengan apa yang saya alami.

Dari definisi ghosting menurut wikipedia itu, maka dapat kita lihat bahwa ghosting itu ada pelakunya dan ada korbannya. Bedasarkan definisi itu, ghosting mungkin dapat dikategorikan sebagai kejahatan emosional, menurut saya.
Bayangkan, komunikasi yang masih terjalin dengan indah, penuh harapan dan cerita-cerita membangun mimpi harus hilang atau dihentikan oleh sepihak, lalu pihak itu memblokir semua akses media komunikasi dan media sosial. Pihak itu pergi tanpa penjelasan, dan si korban pun bertanya tanya apa penyebab atau masalah sehingga dia (ghoster pergi). Dalam relasi pacaran, ghosting merupakan cara paling menyakitkan untuk mengakhiri relasi.

Begitulah yang saya alami tahun lalu, lalu terjadi lagi dalam minggu ini oleh orang yang sama. Pasti
bertanya,”kenapa dengan laki-laki yang sama?” Yah, berdasarkan zodiak capricorn, yang adalah zodiak yang menaungi hari-hari hidup saya dituliskan kalau orang yang dinaungi oleh zodiak itu adalah seorang yang sangat tulus dalam relasi,
baginya semua manusia itu baik dan ia tidak memikirkan hal negatif. Ia suka mengambil nilai baik dari segala hal yang terjadi, misalnya dalam relasi. Dan, saya pun begitu, sangat tulus dalam tiap relasi. Mungkin karena dipengaruhi juga
oleh segala kesibukan kerja dan project pribadi saya, sehingga saya merasa tidak punya cukup waktu untuk selingkuh atau tidak setia dalam relasi. Baik itu hanya melalui perantara media sosial ataupun bertemu langsung, sejauh ini masih
tetap pertahankan ketulusan dalam relasi. Jadi, saat si dia datang dalam hidup dan merasa “klik” maka saya pun menjalani dengan tulus.

Setahun lalu kami berkirim pesan singkat hampir tiap menit, telepon dan berbagi cerita hampir tiap hari. Beberapa rancangan tentang masa depan kami buat bersama, kami pun mencari benang merah untuk perbedaan perspektif kami tentang hidup. Dengan mudah kami menemukan jalan tengah. Mungkin dikarenakan kami yang memiliki
hobi yang sama. (Betapa seriusnya capricorn dalam relasi) Si Enu diguyuri banyak perhatian, relasi itu pun dijadikan bahan tulisan oleh si nana dan dimuat dalam media online. Betapa romantisnya punya pacar penulis, begitulah yang terlintas dalam benak si enu. Bukan hanya sekali, namun berkali-kali si nana menulis tentang si enu dan relasi mereka.

Lalu, apa yang terjadi saudara-saudara, dengan dapat sesuai dengan pembahasan kita pada hari ini...yah  si nana pergi begitu saja. Chat hanya centang dua tanpa warna biru, tak dibalas berhari-hari, telepon tak diangkat kadang dinomorsibukkan lalu si enu menyadari kalau si nana telah memblokir semua media komunikasi mereka.

Apa yang si enu rasakan? Yah, galau. Perasaan yang sangat manusiawi. Ditinggal tanpa penjelesan, membuat seseorang merasa harga dirinya terganggu. Merasa ada yang hilang, tentu saja. Pada hari ketiga, ia pun berhenti mencari tahu. Ia disibukkan dengan banyak pekerjaan saat itu. Namun, ia tidak membenci orang itu. Di kepalanya lebih banyak mengenang hal yang indah dan positif dari pada sibuk menduga kemana dan kenapa si dia pergi. Itulah yang terjadi tahun lalu. Selang berapa lama, si nana kembali memberi kabar kalau satu tulisannya tentang pendidikan telah memenangi perlombaan. Dengan sebuah pesan yang singkat melalui sms dia bilang “kita jalani sendiri-sendiri saja, saya punya kehidupan yang lain di sini”

Lalu apa yang selanjutnya si enu rasakan? Mungkin karena dalam rentang waktu menghilang tanpa alasan itu, si enu telah menduga demi mengantisipasi apa yang akan terjadi. Dengan praduga itu, ia berusaha untuk menyembuhkan perasaanya sendiri. Dugaannya benar, saat ia membaca chat itu ia merasa biasa saja. Ia tidak terlalu menyesali, pokoknya biasa saja.
Namun ia berpikir, kenapa tidak mau putus secara romantis saja? Maka, pada 3 bulan setelah hari itu, si nana tidak mengelak lagi untuk bertemu dengan si enu tiap hari karena mereka telah menjadi team kerja. Apakah si enu membalas dendam? Jawabannya, tidak. Tidak sama sekali. Malah dengan perasaan yang biasa, komunikasi mereka tentang ingin putus dengan cara yang romantis disambut baik lalu diwujudkan.Kalau saat jadian masih canggung karena belum saling mengenal, maka kalau putus/breakpup bisa dengan cara yang
romantis karena sudah saling kenal.

Mereka mengakhiri hubungan dengan cara yang dipikir romantis, di salah satu tempat yang mereka suka dan itu adalah hari ulang tahun si nana. Merayaklan ulang tahun dengan putus secara resmi. Tanpa kue ulang tahun, langsung lilin saja yang ditancapkan di tanah ditambah surat dan doa bersama dalam hati.

Lanjut lagi tentang ghosting, akhirnya saya menyadari bahwa begitulah ghosting. Ghosting sudah dikenal sejak lama selama manusia berinteraksi.  Dalam Minggu ini, 2020. Saya pun mengalaminya lagi dengan orang yang sama.
Saya tidak kapok, saya lebih suka mengambil pelajaran baik dari semuanya. Saya berpikir, itu juga bisa menjadi cara untuk mempelajari dia. Mungkin dia atau orang yang memang hobi menghosting/ghoster rekannya adalah tipe yang suka menghindari masalah dan merasa bahwa mereka benar untuk semua hal atau merasa lebih tampan atau cantik sehingga butuh ditunggu atau dikejar. Cerewet sekali kan saya? Beda saat bertemu langsung dan saat membaca tulisan ini.
hehehehh. Ini murni pemikiran saya.

Untuk mengakhiri ini, saya kembali mencari tentang ghosting di google. Saya menemukan pembahasan singkat tentang alasan seseorang melakukan ghosting. Mungkin alasannya serupa dengan alasan nana ghosterku. Di situ dituliskan kalau alasan si ghoster adalah: untuk menghindari konfrontasi karena takut jika mengatakan kebenaran malah akan melukai perasaan dia. Yah, santai saja lha...Dan bagi ghoster (orang yang melakukan ghosting), ini adalah bentuk penghindaran ketidaknyamanan emosional diri sendiri. (Saat membaca yang dituliskan oleh kompasiana.com, saya merindukan orang yang kisahnya saya tuliskan di sini, kisah kami) Yah, perasaan seperti awan. Rapuh.

Jadi, jangan biarkan kepergiannya itu merampok masa depannmu yang lebih baik, pesan saya ke diri sendiri. Tetap jadi orang yang lebih baik dan pertahankan martabat. Biarkan dia pergi dengan damai.

Ruteng, 22 Februari 2020.

Salam hangat,

Cici Ndiwa.

Kisah Cinta Jagung dan Pucuk Labu (Part 3)

Part 5 Breakup

Ibarat sebatang jagung, akan tumbuh ketika ada media tanam berupa tanah. Akan tumbuh subur jika disirami oleh manusia atau mendapat curah hujan yang cukup dan juga jika bibitnya bagus.  Dari satu biji itu, akan membelah. Di dalam tanah, akar serabut semakin menembus tanah dari waktu ke waktu dan di atas permukaan tanah mulai muncul daun berwarna hijau yang lambat laun akan terus bertumbuh dan menjadi tanaman jagung. Kurang lebih seperti itulah prosesnya.

Masa tumbuh tanaman jagung memang pendek, namun ia terus tumbuh. Bertahan dari segala hama dan angin. Walau masa hidupnya yang singkat, tanaman jagung tetap menghasilkan yang namanya jagung yang sering kali kita konsumsi.

Kata “seumur jagung” adalah suatu kiasan untuk suatu rentangan waktu yang singkat. Seringkali kita mendengar teman atau orang-orang disekitar kita berbicara tentang itu. Baik untuk bahasa kiasan menyatakan masa awetnya makanan maupun rentang waktu sebuah relasi. Yah relasi Jagung dan Pucuk Labu yang sangat singkat, seumur jagung.

Pucuk Labu tidak pernah menyangka relasi romantisnya akan selesai dalam rentang waktu yang singkat. Banyak hal telah dirancangkan berdua dengan Si Jagung, tanpa belum melangkah untuk mewujudkan malah relasinya harus singkat seperti usia tanaman jagung. Walau sesingkat-singkatnya umur jagung, jagung tetap menghasilkan sesuatu. Jagung pernah mulai kehidupannya, pernah membagi dirinya
dengan air dan tanah untuk tumbuh dan bertahan saat angin menggoda.

Walau begitu, sekuat dengan mencoba memikirkan hal yang rasional sekalipun dari hal yang telah
terjadi dengan relasi yang singkat dengan Si Jagung, Pucuk Labu tetap merasa bingung dan kecewa untuk mencerna semuanya.

***
Pucuk Labu ingat kalau semua masih terlihat biasa saja hari itu; masih diguyuri oleh perhatian,
tepatnya hari Sabtu. Pucuk Labu masih disibukkan dengan pekerjaan, kalau Jagung sedang membersihkan gereja bersama OMK untuk persiapan misa Sabtu Suci. Jagung masih mengirimkan foto wajahnya yang
berkeringat ke Pucuk Labu dan Pucuk Labu membalas mengirimkan foto wajah yang menunjukan wajah kelelahan, khususnya mata.

Mereka saling mengingatkan untuk beristirahat, juga mengingatkan untuk mengikuti misa pada
Sabtu Suci. Walau mereka ada di pulau yang berbeda, saat itu.
Pucuk Labu menyukai misa Sabtu Suci sejak ia kecil. Ia percaya dan yakin, segala doa yang ia
haturkan akan dikabulkan oleh Tuhan. Saat itu ia meminta sesuatu, ............

Sejak memulai relasi dengan si Jagung, setiap permohonan untuk relasi berdua selalu dituliskan
oleh Pucuk Labu di satu bukunya yang memang dikhususkan untuk itu. Ia selalu mengirimkannya kepada Jagung agar didoakan juga.

Sampai pada sore menjelang misa Sabtu suci itu, Pucuk Labu masih antusis mengirimkan
permohonan doanya ke Jagung. Biar saat mengikuti misa, Jagung juga turut mendoakan, Jagung pun setuju.

Pucuk Labu meyakini bahwa sesuatu tidak datang tanpa alasan. Ia percaya bahwa, datangnya
Jagung ke dalam hidupnya sebagai buah dari permohonan yang ia haturkan saat awal tahun itu.

Ia pun membicarakan itu dengan Jagung. Mereka mempercayai hal yang sama.
Tak ada puisi yang lebih indah dari air mata yang mengalir karena merindukan seseorang yang jauh
di seberang pulau. Menangis saat sangat rindu dan dengan sadar menyadari bahwa mereka jauh. Salah satu cara yang ditempuh adalah berdoa. Yah, religius yang romantis.

Lalu, pada suatu malam sepulang mengikuti misa. Jagung tak lagi membalas chat dari pacarnya, Si
Pucuk Labu. Sejak hari itu ia menghilang. Mulai dari tidak membalas chat, centang dua biru tanpa kejelasan, foto profilnya kontak Wanya yang lagi tak terlihat, dan ia betul-betul tidak bisa dihubungi lewat apapun.

Jagung memblokir segala media sosial.

***
Bagaimana kelanjutannya? Pucuk Labu masih tetap menjalani hari-harinya seperti biasa. Ia masih bekerja, masih makan dan minum seperti biasa. Yah, Pucuk Labu tentunya melamun karena ia seorang yang sangat suka melamun. Namun, ia tidak bisa menutupi perasaannya. Ia telah di-ghosting oleh Si Jagung. Ghosting adalah aksi menghilang, yang seringkali dijumpai atau dialami dalam hubungan yang romantis. Pelakunya bisa si perempuan atau laki-laki, begitu juga korbannya. Dan menjadi korban, sungguhlah menyakitkan. Menyakitkan yang tidak menimbulkan luka atau memar, namun menimbukan pelajaran. Pelaku ghosting lebih cenderung menahan perasaan sehingga mereka terbiasa untuk
menghindari seseorang atau menghindari konflik dengan menghilang tanpa sebab.

Tidak berlebihan jika saya bilang, bahwa ghosting adalah bentuk kekejaman emosional. Beberapa
Minggu, Pucuk Labu membiarkan saya untuk tidak memperoleh informasi apa-apa atau alasan yang
membuat dia pergi. Beberapa Minggu itu dia pergi begitu saja.
Karena kesibukan kerja, sehingga Pucuk Labu tidak terlalu memikirkan untuk mencari jejak
hilangnya Si Jagung. Sesuai namanya, relasi ini memang seumur jagung. Karena tidak menemukan alasan
yang rasional, maka pemikiran yang tidak rasional namun bisa diandalkan pun terbesit di kepala Pucuk
Labu. “Yah, mungkin Sang Pencipta menginginkan seperti ini, jika berjodoh yah akan ketemu lagi tanpa
melalui perasaan yang rumit”

***

Setidaknya selama dengan Si Jagung, Pucuk Labu telah memberikan yang terbaik. Perhatian, kasih,
sayang dan ketulusan dengan kualitas terbaik dan sangat sungguh-sungguh.

Pucuk Labu tidak menyesal, meskipun ia menyadari jika dalam relasi itu segala yang diberikan dengan kualitas terbaik tidak dibalasi begitu juga oleh Jagung.

***

Aku, Si Pucuk Labu merasakan bahwa tugasku pada relasi seumur jagung itu telah selesai, itu
adalah babak hidup yang sangat indah untuk dikenang. Kecewa yang sedikit dngan bahagia yang sangat
banyak. Memori di kepala lebih banyak menyimpan hal-hal indah, sehingga hal yang tidak bahagia dapat
segera sirna.

Hadirnya Jagung memberikan beberapa pelajaran hidup, tanpa ia sadari hal seperti itulah yang bisa
ku ambil dari relasi seumur jagung itu.

***
Dear Jagung.
Beberapa tulisanmu tahun lalu di media online yang menyinggung kita baru aku balas.
Mungkin tak sesuai ekspektasimu, tulisan ini memang jujur tentang apa adanya kita.
Kita yang seumur jagung, dengan pelajaran hidup serimbun pohon beringin.
Pikirkan saja, jika dalam satu musim daunnya berguguran.
Terima kasih untuk hadir dan menjadi team kerja.
Untuk acara breakup kita yang resmi di hari kamu berulang tahun.
Setelah kamu pergi begitu saja setelah misa Sabtu Suci, saya tidak mencarimu.
Kau pun punya kehidupan yang lain, kita lahir sendiri-sendiri.
Mungkin saja, saat itu kita belum bisa bersama.
Kau hadir lagi dengan segala baikmu.
Bahwa manusia memang sungguh baik, kau merepresentasikan itu. 
Sampai hari ulang tahunmu, kita masih rayakan berdua
Rayakan lalu berdoa bersama untuk mengakhiri hubungan dengan resmi
memakai cara paling romantis yang bisa kita lakukan.
Kita berdoa tanpa suara,
tanpa saling tanya “ujudmu apa?”

........................SELESAI.

Ruteng, Februari 2020.

Kamis, 20 Februari 2020

Kisah Cinta Jagung dan Pucuk Labu (Part 2)

Part 3 Jadian

Pada suatu malam yang dingin di kota Ruteng, kita membahas buku Pramoedya Ananta Toer yang
berjudul Bumi Manusia. Malam itu kamu membaca buku itu dan kita masih memiliki waktu untuk saling telepon
untuk saling memberi kabar dan membicarakan buku-buku. Bumi Manusia, salah satunya. Terlebih saat
novel itu diangkat menjadi film. Kita juga membahas apakah si dia pas memerankan si ini atau si itu.

Mungkin disitulah, saat kita membaca sebuah buku kita juga membayangkan tiap alur akan diperankan oleh
siapa, seperti itu. Sehingga saat ada yang memerankan itu tak sesuai ekspektasi kita, maka kita akan
memberikan argumen yang membuat kita bisa memenangkan apa yang kita pikirkan. Kita mencari orang
yang sepemikiran sama kita tentang itu.

Cara kita berpendapat kadang seringkali mengintimidasi orang lain,
namun orang yang sedang bercakap denganmu di telepon tak seperti itu. Ia telah belajar menerima
perbedaan sebagai hal yang indah, terlebih perbedaan pendapat sebagai hal yang kaya dalam dunia
intelektual.

Si Jagung mulai dengan kalimat andalannya, menanyakan kabar dan buku apa yang telah dibaca
pada hari itu. Si Pucuk Labu adalah seorang yang ingin terlihat dan terdengar baik-baik saja, tanpa
menghilangkan kesederhanaannya. Ia menjawab Si
Jagung dengan mengatakan bahwa ia baik-baik saja dan
belum membaca satu buku pun pada hari ini karena ia disibukkan dengan beberapa pekerjaan.

Si Jagung yang seorang guru pada saat itu mulai menceritakan kesehariannya. Tentang jam berapa
ia bangun pagi, apa yang ia lakukan setelah bangun pokoknya rutinitas yang ia lakukan sebelum berangkat
ke sekolah. Malam itu dengan detail si Jagung menceritakannya kepada Pucuk Labu. Tentang anak murid
yang sangat semangat dalam belajar demi mempersiapkan ujian dan juga program surat menyurat yang
direncanakan oleh Si Jagung.

Sebagai seorang yang menyukai literasi, maka Si Pucuk Labu cukup nyambung ketika
membicarakan itu. Ada satu konsep yang ada di kepala Si Pucuk Labu namun ia begitu malu membicarakan
itu dengan Si Jagung. Sungguh, itu adalah kali pertama telepati bekerja dalam relasi Jagung dan Pucuk
Labu. Si Jagung langsung membicarakan sesuatu dan menawarkan untuk bekerja sama dengan Si Pucuk
Labu, si Pucuk Labu lantas antusias karena hal itulah juga yang ada dipikirannya.

***

Lalu bagaimana mereka memilih untuk mendefinisikan relasi mereka? Yah, setelah dipikirkan secara
lama maksud dari Si Jagung, maka Si Pucuk Labu pun menerima Jagung untuk menjadi pacarnya.

Kami
resmi berpacaran, siapa sangka ....
Entah dipercaya atau tidak, si Jagung datang saat masa novena tentang “relasi” selesai. Si Jagung
datang dan yah, Pucuk Labu adalah pacarnya sejak hari itu.

Sejak hari itu, ada ujud-ujud khusus yang tetap Pucuk Labu haturkan ke Sang Pencipta.

Part 4 Pacaran

Sepertinya kemarin Pucuk Labu masih single, namun pada pagi hari ia terbangun dengan satu relasi
yang baru. Ada chat di WA dan telepon hampir tiap hari sejak malam itu. Pucuk Labu memasuki masa-masa
penuh bunga berterbangan di atas kepala, inilah transisi dari tidak ada ikatan menjadi memiliki ikatan.

Pacaran adalah masa-masa saling mengenal seseorang secara lebih pribadi dan mendalam. Dalam hal mengenal tersebut, seseorang masih tetap menjadi dirinya. Kadang jika menegtahui bahwa itu sebuah proses saling mengenal maka yang bersangkutan bisa seolah-olah menjadi pribadi yang lain, yang ia pikir
akan membuat pasangannya senang. Namun, itu tidak terjadi pada relasi yang sedang dijalani oleh Pucuk Labu dan Jagung. Mereka tetap menjadi diri mereka sendiri, yang tidak enggan mengunyah walau bulir tumpah.
Yang tidak enggan berkomentar untuk kesalahan pengetikan atau ada gambar yang tidak senonoh yang
dipublish di media sosial.

Dalam proses mengenal, mereka membuat semacam pembatasan atas hal-hal yang privasi.
Jikalau pada masa PDKT, yang ditunjukkan adalah hal-hal yang indah saja, maka saat pacaran itu
lambat laun tergerus. Saling menunjukan karakter yang asli, masa pacaran sangat seru. Kita lebih tahu
secara langsung bagaimana si dia, tanpa melalui perantara atau jembatan atau menduga-duga. Kita bisa
mempelajari sifat, kebiasaan dan karakter yang muncul.

Si Pucuk Labu memang sosok yang manja, di masa-masa relasinya terjalin ia juga sedang
disibukkan dengan pekerjaannya. Si Jagung adalah sosok yang penuh perhatian, akan blak-blakan jika
bicara/chat dan juga penuh kasih. Sehingga Si Pucuk Labu merasa hari-harinya diguyuri oleh perhatian dari Si Jagung.

Si Jagung selain seorang guru, ia juga seorang penulis yang aktif. Sesuatu yang sangat lambat
diketahui oleh Si Pucuk Labu. Pucuk Labu dengan sangat antusias membaca semua tulisan Jagung di
berbagai media sosial online yang ada. Beberapa tulisan didedikasikan oleh Jagung untuk kekasih barunya, Si Pucuk Labu.

Masa pacaran merupakan masa saling berbagi. Kedua insan yang sedang ditaburi bunga, sayur dan
pepohonan ini ada di dua pulau berbeda. Salah satu cara untuk berkomunikasi pada awal relasi mereka
adalah melalui chat, telepon, video call dan juga saling mendoakan.

Tiap malam selesai mereka melakukan aktivitas masing-masing, mereka akan telepon untuk saling
berbagi cerita. Si Pucuk Labu bercerita tentang kesibukannya mengurusi persiapan satu perhelatan besar di
negara ini yang sering kali mengambil semua waktunya, psikis maupun fisik. Sampai jika Pucuk Labu pulang
malam, Si Jagung dengan setia menemaninya dengan telepon. Teknisnya, saat akan menstarter motor maka si Pucuk Labu miskol ke Jagung dan Jagung tahu apa yang harus ia lakukan. Yah, menemani dengan
suara di telepon agar si Pucuk Labu tidak merasa sendiri pulang ke rumah. Sangat banyak pengandaian 
yang mereka berdua buat soal ditemani dan menemani, dan saat mereka bertemu secara langsung pengandaian itu akhirnya diwujudkan. 

Mereka berdua saling berbagi cerita, Si Jagung bercerita tentang anak-anak muridnya di sekolah 
dan kelompok keagamaan yang dia ikuti di pulau itu. Pucuk Labu mendengar  dengan saksama. Ia menyukai cara pacarnya bercerita, ia mendukung segala yang pacarnya impikan. Dalam hati seseorang yang sedang 
mengasihi dengan tulus, ia mengaminkan segala rencana baik pacarnya itu. 

Yah, dari segala percakapan dan bentuk perhatian maka pacaran juga merupakan bentuk 
pelampiasan kasih dan sayang ke seseorang. Setiap orang bukan saja punya kebutuhan untuk disayangi, 
lebih dari itu seseorang juga punya kebutuhan untuk menyayangi seseorang dengan sangat tulus. 

Jika dihadapkan pada dua kata yakni mengasihi dan menyayangi, menurut saya yang lebih tinggi adalah mengasihi. Saya 
belum menemukan definisi yang pas itu. Namun, saat engkau sungguh-sungguh menerima baik, buruknya orang itu dan engkau tetap sayang mungkin itu bisa dinamakan dengan mengasihi. 

(Beberapa bulan setelah kami mengakhiri relasi secara resmi, saya pun menyadari bahwa bukan 
sekedar sayang saja, saya telah ada dalam tingkat mengasihi dia) 

Semua orang punya definisi masing-masing tentang pacaran, pokoknya pacaran itu sungguh 
menyenangkan. Bukan terus-terus menyenangkan juga, karena jika dua manusia disatukan tetap ada 
konflik. Dari situlah Si Pucuk Labu belajar tentang interaksi. 

Terlepas dari pemikiran tentang konflik-konflik itu, Si Jagung selalu ada jika Pucuk Labu 
membutuhkan. Ikatan kedua insan ini memang sungguh- sungguh erat. 
Dia selalu ada ketika Pucuk Labu butuh teman cerita, dia selalu ada ketika Pucuk Labu mengeluh tentang 
apa pun. Bersama dengannya, waktu sangat cepat berlalu. 

Pucuk Labu adalah seorang yang sangat serius menjalani suatu hubungan pacaran, ia bertekad 
untuk tulus dan akan selalu tulus walau dihadapi oleh hal apa pun. Sebagai manusia, ia sering kali 
menguatkan hatinya sendiri. Ia percaya, jika hubungan ini akan berlanjut di jenjang pernikahan dan mereka 
setia. Maka, satu-satunya yang membuat mereka tidak bersama adalah kematian. Wahhhhh.....sangat jauh 
kan pemikiran Si Pucuk Labu kita, yah ia memang seseorang yang sangat serius dalam menjalani suatu 
relasi, namun Si Pucuk Labu tidak akan mengekang. 

Serius sekali kan ini??? Sebagai seseorang yang sangat suka kerja, Si Pucuk Labu sangat sering 
lupa makan. Kehadiran Si Jagung membuatnya tak lupa lagi untuk makan, karena pacarnya akan selalu 
mengingatkan. 

Kadang pacarnya harus memastikan ada suara piring, senduk dan suara kunyah makanan di 
dalam mulut. 
Pucuk Labu dan Jagung pun bercerita tentang rencana-rencana ke depan, bagaimana jika Jagung 
ada sepulau dengan Pucuk Labu, rencana pendidikan, kerja dan juga keputusan untuk seriusi relasi. 

Singkatnya, kami membahas rencana masa depan kami akan seperti apa.................. 

Namun, Tuhan ternyata punya rencana yang lain. Saat itu tak sesuai dengan rencana yang ada. 
Rencana yang tak pernah terduga itulah yang membuat hidup sungguh indah karena penuh dengan kejutan ditiap-tiap jalannya. Saat itu, si Pucuk Labu menguatkan hati bahwa apa pun itu, itu adalah yang terbaik. 

Bersambung ...................... 
 

Ruteng, 20 Februari 2020.

Rabu, 19 Februari 2020

Kisah Cinta Jagung dan Pucuk Labu (Part 1)

Part 1 Kenalan

Hai...namaku Pucuk Labu,
ini bukan nama asliku,
aku seorang perempuan yang menyukai buku-buku
dan kalimat-kalimat indah
tak ada yang aku takutkan selain Tuhan.
Kenapa juga harus aku beritahukan apa saja yang aku takuti?
Kembali lagi ke namaku, ini nama khusus
yang kusematkan sendiri pada tubuhku yang tidak ringkih.
Lalu seorang juga memanggilku nama nama Pucuk Labu,
Pucuk Labu ada di kolom tiap tulisan juga ada di kontak ponselnya dulu
dan menjadi nama yang khusus ia panggil untukku.
Setelah masa hidup jagung selesai, tidak pernah lagi
ada yang memanggil namaku dengan nama Pucuk Labu
bahkan aku juga lupa, kapan terakhir aku memakai nama itu.
Saat ini aku ingin menulis kisahku bersama seorang yang kupanggil Jagung.
Jagung, panggilan khusus dari seorang bernama Pucuk Labu.

Pucuk Labu dan Jagung pertama kali bertemu saat ada pertemuan penting di kampus.
Pucuk Labu tahu bahwa itu Si Jagung, mahasiswa yang sebelumnya sudah mengenalkan diri lewat
mesengger juga mahasiswa yang sering kali mengontaknya via mesengger untuk bertanya perihal tulisan di
buku dan koran yang ada di kampus. Seringkali Pucuk Labu mengabaikan pesan-pesan itu, karena Pucuk
Labu tahu kalau si Jagung bisa ke Perpustakaan kampus untuk membaca tulisan atau koran yang dimaksud. 

Sebelum pertemuan penting di ruang tamu itu, Pucuk Labu dan Jagung pernah bertemu di area kampus.
Bertemu tanpa saling menyapa, hanya saat si Pucuk Labu berjalan lalu mengangkat muka melihat
disekeliling. Maka ia jumpai si Pucuk Labu yang juga diam-diam dia hindari. Kenapa Si Pucuk Labu
menghindari Jagung? Padahal Jagung Muda sangat gurih jika ditumis dengan Pucuk Labu. Jadi begitu lha
awal mula mereka bertemu.

Tak sedikit pun Pucuk Labu memikirkan tentang si Jagung, saat itu.

Ternyata hal itulah yang membawa Pucuk Labu kepada kejutan-kejutan yang menyenangkan di tahun-tahun
berikutnya.

Part 2 Pendekatan

Masa pendekatan, memang masa yang paling mendebarkan. Dengan memakai insting dan feeling, kita pasti
tahu seorang datang atau sedang menuju hidup kita dalam rangka apa. Sederhananya, kita pasti tahu tujuan
orang ke kita. Atau dengan jurus ampuh plus sakti plus plus, kita bisa mengubah tujuan hidup orang ke kita
jika tujuan itu jahat. Semua orang punya plan A, B, C & D; begitulah otak dan fisik ini bekerja. 
Dalam kisah ini Si Pucuk Labu telah menyadari itu, si Jagung datang ke arahnya dan Pucuk Labu juga
bergerilya untuk mencari tahu tentang si Jagung.
Tiap Jagung mengguyur Pucuk Labu dengan perhatian-perhatian yang berlimpah, Pucuk Labu yang
instingnya telah terlatih untuk membaca pergerakan berikutnya. Maka si Pucuk Labu juga cukup intens untuk
mencari tahu tentang Si Jagung. Sebagai seorang yang menyukai aktifitas menulis, maka Pucuk Labu
sangat mengerti semua postingan yang ada pada akun media sosial dari si Jagung.
Mungkin begitu juga yang dilakukan oleh Jagung pada akun media sosial Pucuk Labu.

Masa pendekatan cukup lama, dilakukan lewat saling kode lewat media sosial yang berujung tulisan itu
dimuat juga oleh media lokal bahkan saling telepon lama-lama. Untuk yang terakhir ini, Si Pucuk Labu
memang jarang sekali menelpon lama dan itu terdengar dari nada suaranya yang agak kaku namun pelan
dan juga bahan pembicaraan yang kaku.

Momen pendekatan itu mereka lalui dengan membahas pemerintah Indonesia, Timor-Timur, Natuna, Novel
Orang-Orang Oetimu, kebiasaan orang-orang Sumatera, keberagaman dan toleransi di Manggarai lalu 
berakhir dengan membahas lagu-lagu dan novel Fiersa Besari, hari itu.

Kita menemukan banyak sekali persamaan, baik tema buku-buku bacaan, pandangan kita tentang budaya,
tentang pemerintahan, tentang lagu dan juga Fiersa Besari. Saya hanya mendengar nama Fiersa Besari
melalui cuitan-cuitannya di twitter dan si Jagung lebih banyak tahu tentang beliau. Saat itu, kita juga
berbicara tentang LGBT dan bagaimana kita mengambil sikap soal itu.


Sampai saat itu Si Pucuk Labu bilang ke Jagung untuk tidak menggosipkan nama Fiersa Besari, saat itu kita 
berbicara tentang Fiersa Besari yang akan menikah, masa lalu Fiersa Besari, petualangannya ke gunung 
dan laut, kalimat-kalimat indah Fiersa Besari, novel dan juga beberapa lagu-lagu yang karena kamu beri tahu 
liriknya maka aku pun menyukainya. Saat itu si Fiersa Besari sedang melakukan ekspedisi atap langit, 
Jagnung bercerita banyak tentang idolanya. Si Jagung lebih banyak menceritakan dan si Pucuk Labu 
mendapat bagian untuk bilang “ohhh” atau dengan penasaran yang selalu melekat dengan si Pucuk Labu 
maka ia akan bertanya “kenapa begitu?” “Sejak Kapan?” “Kamu tahu darimana?” Pokoknya 5w+1H. Si 
Pucuk Labu memang seorang dengan sikap mencari tahu yang luar biasa, ia menyukai belajar dan 
mendengarkan. 

Si Pucuk Labu ingat, saat itu akhir bulan Februari saat si Pucuk Labu suka menghabiskan waktu selepas 
kerja untuk mendengar lagu-lagu Fiersa Besari di Youtube demi menemukan chemistry antara lirik lagu 
dengan ke arah mana relasi ini akan berjalan. Karena hidup dilalui dengan baik; entah sendiri, berdua atau 
sekedar di-php. 

Sebagai seorang yang sangat multitafsir, ia telah punya beberapa hal untuk menangkis jika segala guyuran 
perhatian itu hanyalah PHP. Baginya sangat perlu menyediahkan payung sebelum hujan. Ia juga sudah 
menyiapkan hatinya jika saja relasi ini berjalan ke arah yang lurus. 

Jadi begitulah saat si pria berancang-ancang untuk pendekatan, maka si wanita suadah tahu apa yang harus 
ia siapkan. Ini bukan hal rahasia, memang beginilah. Pria dan wanita sama-sama manusia. Yang saling 
mendekati untuk bertahan hidup dan saling mengenal untuk keberlangsungan hidup. 

Sebagaimana seorang laki-laki sangat suka memuji, begitulah juga perempuan sangat suka jika dipuji. 

Si Jagung membuatku merasa terbiasa dengan segala konsisten perhatian yang ia buat dari waktu ke waktu. 
Jika ia tidak memberi kabar atau miskol saat pagi maka muncullah perasaan rindu. Satu-satunya perasaan 
yang menandakan pengaruh konsisten perhatiannya telah cukup besar di dalam hidup. 

Walau beberapa hal memang logis tapi bicara tentang perasaan mana ada hal atau alat ukur yang bisa 
menunjukkan berapa skala suka kita kepada seorang. Maka kualami itu seorang diri sambil merasakan kalau 
selain masa pendekatan ini membawa kesenangan dan perasaan ingin terus diperhatikan, juga timbullah 
juga pertanyaan “akan bagaimana relasi ini?”

Sejak pertanyaan itu terbersit kesekian kalinya di kepala, Si Pucuk Labu langsung menyerahkan 
perasaannya itu kepada Sang Sahabat Sejatinya “Ini perasaan saya, Engkau yang lebih tahu segala isinya, 
jika baik maka teruskan, jika tidak maka selesai sampai di sini juga” begitulah Si Pucuk Labu bicara dengan 
Sang Sahabat Sejatinya sebelum ia tertidur. 

Bersambung ..................................................
  

Ruteng, 19 Februari 2020. 

Kamis, 06 Februari 2020

Satu jam dalam hidup

Jika seorang manusia hanya mempunyai sisa satu jam saja dalam hidupnya, apa
yang akan ia buat? Semalam saya tanyakan sendiri ke diri saya, dan begitu banyak
jawaban yang muncul dari pikiran dan juga hati saya.

Saya berandaikan saya hanya punya satu jam saja dalam hidup, setelah bunyi
lonceng yang menandakan enam puluh detik telah berjalan maka dunia ini segere selesai.
Saya membayangkan sesuatu yang bukan kiamat, karena jika membayangkan kiamat  hal
yang saya pikirkan hanya tentang tsunami, gunung berapi yang mengeluarkan banyak
lahar serta gempa bumi, tabrakan meteor juga jatuhnya benda-benda langit dan menabrak
bumi. Saya sungguh tidak membayangkan kiamat yang seperti itu.

Memang tidak bisa saya pungkiri, jika membicarakan tentang kiamat maka hal
itulah yang ada di kepala saya. Sebelumnya saya pernah menonton satu film tentang
kiamat yang berjudul 2012, saya menonton pada tahun 2013 dengan teman-teman. Saat
itu saya membayangkan hal itu pernah terjadi dan mungkin akan terjadi ribuan tahun lagi.
Saya menyaksikan tiap adegan dengan sangat baik, melihat orang-orang berlarian di
pusat kota untuk menghindari jatuhnya puing-puing bangunan, saya menyaksikan saat
banyak bangunan runtuh dan menimpa semua yang ada di bawahnya. Orang-orang berlari
dengan sangat cepat menuju daratan dan tempat yang lebih tinggi untuk menghindari
amukan air laut yang perlahan surut namun dengan cepat akan datang dan menghempas
dengan kencang semua yang ada. Saya menyaksikan bagai mana mereka bertahan
hidup, bahwa mungkin kiamat itu seperti itu menurut saya. Datang seperti monster yang
mengganggu hidup manusia tanpa berbelas kasih namun menyapu bersih.
 
Sehingga saat dihadapkan dengan kata kiamat atau mendengar tentang kata
kiamat, hal itulah yang muncul. Saya pun tidak menyalahkan film, bahan bacaan dan hal
lain yang membentuk pengalaman yang ada di kepala saya. Saya ingat, dulu hal itu
sangat menganggu saya. Bahkan saya takut kiamat akan seperti itu dan akan segera
datang. Pada tahun yang sama saya ke gereja dan mengikuti perayaan natal: saat itu
romo berkhotbah tentang hari kiamat. Saya mendengar dengan sangat baik sambil berpikir
bahwa pertanyaan saya menemukan jawaban di gereja saat misa hari itu. Perspektif saya
tentang kiamat lambat laun berubah, bahwa kiamat hanya tentang diri sendiri. Mungkin ini
jugalah yang mempengaruhi bagai mana saya menjalani hari-hari.

Sungguh manusiawi jika berbuat kesalahan atau kita menyebutnya dosa. Saya
merasa terkadang ditertawai oleh Sahabat Sejati saya. Saya menamai Tuhan sebagai
Sahabat Sejati, semoga teman-teman yang membaca tidak kebingungan dengan sebutan
ini. Atau mungkin saat membaca ini, terlintas dipikiran kalau semua tulisan saya
kebanyakan tentang refleksi hal sehari-hari yang saya alami. Jadi, sebelum saya
melanjutkan tulisan tentang  “Satu Jam dalam Hidup” saya ingin lebih dahulu menjawabi
tanya yang mungkin saja ada di benak saudara. Saya belajar menulis hal-hal sederhana
yang saya alami dalam hidup, tentang pengalaman harian dan juga refleksi saya tentang
sesuatu. Saat menulis, saya juga memilih hal apa secara spesifik yang akan saya tulis dan
juga soal pemilihan kata dalam tulisan. Saya sedang ingin melatih diri dengan hal seperti
itu. Bagi saya menulis memiliki banyak makna sekaligus tujuan. Kali ini, saya menulis
sebagai cara saya mensyukuri satu hari yang berlalu. Silahkan mencoba hal seperti ini dan
lihat betapa lucu dan terbatasnya hidup ini. Maka menulis membuatnya tidak terbatas.

Kembali lagi tentang “Satu Jam dalam Hidup”, yah memang sungguh manusiawi
jika kita berbuat salah. Jika berhadapan dengan manusia, saya menggunakan kata “salah”
namun jika berkaitan dengan hubungan yang lebih tinggi antara saya dan “Sahabat Sejati”
maka saya menggunakan kata “dosa” jika itu memang berkaitan dengan hal yang saya
buat melukai perasaan sesama. Saya berpikir seperti itu, sehingga saya tidak melulu
merasa bersalah dengan sesama. Saya memang merasa itu manusiawi, pandangan
seperti ini datang dari pengalaman saya. Dan hal seperti itu sangat menganggu, saya
selalu saja merasa bersalah sehingga saya minder dalam hidup dan pergaulan. Saya pun

merasa satu kesalahan membuat saya kehilangan satu berkat saya dari Tuhan. Ini jugalah 
yang membuat saya belajar untuk tulus dalam relasi apa saja dan baik dengan sesama. 
Sehingga bumi tidak akan kekurangan orang baik. 

Lalu saya berpikir Kasih Tuhan Tak Terbatas, Ia tetap mengasihi saya dan 
memberikan saya berkat asalkan saya percaya tentang itu. Mungkin hal ini abstrak, tapi 
satu hal bahwa kau mempercayai sesuatu yang tidak kau lihat agar kau bisa mengalami 
bahwa hidup ini menyenangkan. Saya berpikir injil membahasakannya dengan sangat baik 
dan saya lupa, namun pernah membacanya. Yah, ini masih tentang “satu jam dalam 
hidup”  selain tadi berpikir tentang kiamat saya juga memikirkan bagai mana IA melimpahi 
saya banyak berkat bahkan melampaui hitungan waktu yang dimiliki manusia. (Ini tidak 
membandingkan) 

Sebenarnya kembali ke saya membatasi bahwa jika memiliki satu jam saja dalam 
hidup setelahnya adalah kiamat dan tidak kita tahu apa yang terjadi setelah itu. Mungkin 
saja kita tidak lagi menjadi manusia yang memiliki kehendak dan pikiran yang bebas. 
Sehingga jika saya (lagi-lagi saya, yah memang tentang saya) memiliki waktu hanya satu 
jam saja dalam hidup, saya akan melalui dan menjalaninya dengan sebaik mungkin. 

Satu jam dengan 60 menit yang dimiliki akan saya buat begitu berharga bagi saya, 
saya akan berpkir bahwa 60 menit itu lama atau menggunakan jumlah detik saja biar 
kelihatan lebih lama. Sehingga itu sangat mempengaruhi jika satu jam itu sangat lama. 

Beberapa hal yang ingin saya buat jika hanya memiliki waktu satu jam saja. Saya 
menyebut beberapa karena kalau kita bisa melakukan banyak hal atau semua mengapa 
kita hanya memilih satu. (Hal ini tidak berpengaruh dengan relasi, kalau soal cinta yah satu 
akan satu tidak akan tergantikan). Hal yang ingin saya lakukan adalah belajar bermain 
gitar & biola sampai bisa mengiringi satu lagu kesukaan, belajar Bahasa Inggris sampai 
fasih lisan maupun tulisan sehingga bisa mengikuti test IELTS dan memperoleh skor yang 
bisa buat saya melamar beasiswa Australia dan segera bisa ke Australia. Ingin ke 
Maumere untuk sesuatu yang telah saya pikirkan dengan sangat baik. hah, ini sangat 
sederhana kan? 

Satu jam saja dalam hidup hari ini, ingin saya pakai untuk memahami pilar negara, 
nasionalisme, bela negara, integritas dalam hidup bernegara, pemahaman tentang 
berbahasa Indonesia, analogi, silogisme, analisis masalah, berhitung cepat, kemampuan 
figural, tentang berpikir logis dan tentang bagai mana yang harus saya buat atau 
kepibadian seperti apa yang harus saya miliki jika kelak menjadi aparatur sipil negara. 
Andai bisa. Sehingga jika saat itu tiba saya bisa mengklik jawaban dengan penuh syukur. 
: yang paragraf terakhir semacam doa.


Salam hangat,

Cici Ndiwa. 

Selasa, 04 Februari 2020

Menikmati Halaman Rumah, Apa Adanya

Siang tadi saya duduk saja di depan ruangan tamu. Tidak ada kegiatan khusus
yang saya buat, tidak mengerjakan apa  pun, juga tidak bermain hp. Saya betul-betul
duduk dengan diam dan memandang keluar jendela. Siang tadi memang sangat panas,
akhir-akhir ini memang suhu udaranya begitu. Tempat paling adem adalah ruangan tamu.

Tiba-tiba saya melihat tiga ekor kupu-kupu dengan warna yang berbeda, terbang
bermain-main dengan rendah di halaman rumah. Jendela ruang tamu memang langsung
menghadap ke arah halaman rumah kami yang sempit, sehingga segala aktivitas dapat
dengan mudah saya amati. Apalagi jika duduk sangat dekat dengan jendela.

Saya mengamati kupu-kupu yang terbang dengan tanpa suara, maksudnya saya
yang tanpa suara. Awalnya mereka bertiga terbang dengan kompak, semacam
membentuk lingkaran atau itulah gaya terbang saling mengejarnya mereka. Saya
memerhati dengan sakasama sampai ada seekor kupu-kupu menghampiri jendela dan
berdiam di situ.

Saya masih menikmatinya dengan baik ditambah siang yang tenang tanpa suara,
hanya deru suara kendaraan yang ada di jalanan. Jarak antara jalan raya dengan halaman
rumah cukup jauh, sehingga aktivitas kupu-kupu yang sedang saya amati tidak terganggu.
Namun pastilah jika mereka akan terganggu lantas terbang kembali jika saya batuk atau
sekedar berdehem. Untungnya saya tidak sedang batuk dan sedang tak ingin usil
berdehem. Saya membiarkan kupu-kupu itu.

Saat seekor kupu-kupu sedang menepi di jendela, dua ekor kupu-kupu sedang
terbang mengitari bunga-bunga yang bermekaran di halaman. Ada beberapa warna bunga
yang sedang mekar yang memang sungguh sangat menarik perhatian kupu-kupu. Entah
dari jarak berapa pun, jika mereka melihat warna bunga pastilah mereka akan
menghampiri. Sejak tadi, saya tidak tahu kupu-kupu itu datang dari arah mana.

Saya mengamati tiga ekor kupu-kupu itu dengan gemas tapi tak ingin usil. Saya
membayangkan, mereka adalah keluarga kecil kupu-kupu. Entah bagaimana mereka
saling menyapa. Manusia tetap menyebut mereka kupu-kupu. Karena saya berpikir kalau
mereka adalah keluarga kupu-kupu jadinya yang sedang bertengger di pinggir jendela
adalah ayah dan yang sedang mengitari bunga dan mengisap madu bunga adalah ibu dan
anak. yah, yang siang ini  bertamu di halaman rumah adalah keluarga kecil kupu-kupu.

Si ayah kupu-kupu menjaga dari kejauhan, tanpa mendikte ibu dan anak kupu-
kupu. Ia menjaga dari jauh hanya ingin memastikan bahwa dari jarak itu ia bisa lebih
leluasa mengamati sekeliling; seperti berjaga-jaga jangan sampa ada manusia yang
datang ke arah mereka. Si ayah kupu-kupu menunggu saja, mungkin ia juga mengawaso
saya. Jika saya membuat keributan atau bertingkah yang menarik perhatian sekaligus
menjadi ancaman bagi mereka maka ia akan memberi komando dengan segera ke istri dn
anaknya untuk terbang menjauh. Saya membayangkan demikian. Membiarkan mereka
dengan tanpa mengusiknya, biarkan saja mereka mengisap habis madu yang ada di
bunga. Toh, begitulah sesama makhluk hidup di dunia.

Keceriaan keluarga kecil itu membawa saya ke masa kecil. Di halaman yang sama
ini, pernah ada kami. Pernah kami habiskan semua masa kecil kami di situ. Sampai saya
harus bertanya banyak ke diri. Bermain memang sungguh menyenangkan. Yah,
kenikmatan masa kecil itu datang lagi. Sensasinya masih sama seperti saat saya melihat
kupu-kupu. Saat masih kecil juga saya sangat suka melihat kupu-kupu. Saya begitu takjub
sama hewan yang bisa terbang. Sampai kesenangan, hobi atau kesukaan saya melihat
pesawat terbang telah dimulai sejak kecil saat saya mengamati hewan-hewan kecil yang
terbang. Saat ini saya mengandaikan, ada juga hewan besar yang terbang misalnya
kerbau, maka habislah semua rumah ditabraki sampai porak-poranda.

Di pojok lain dalam kisah masa kecil saya, saya melihat ada kebun sayur yang 
kecil. Kebun itu dipagari oleh kayu-kayu. Di dalam kebun kecil itu ditumbuhi beraneka 
macam sayur, tetap didominasi oleh buncis. Buncis menjadi sayur kesukaan saya. Saya 
menyukai bunga-bunga kecil berwarna putih yang mendakan buncis sedang memulai 
usianya. Seringkali saya melihat ada kupu-kupu yang menghampiri namun tak lama. 
Mungkin madunya kurang, atau entahlah bagaimana bangsa kupu-kupu memikirkan itu. 

Di kebun itu, pada pojok yang rimbun sering dipakai anak-anak untuk bermain 
sembunyi. Semacam ada bagian terkcil yang dibiarkan menjadi pintu untuk kaki-kaki kecil 
kami. Seringkali kami diingatkan untuk tidak menginjak sayur atau tumbuhan lain yang ada 
di dalam kebun. Kebun yang sama juga yang sering kami pakai untuk menangkap capung. 
Kamu tahu capung? Masa kecil saya begitu bahagia dan merasa menang jika bisa 
menangkap satu bahkan lebih capung. Saat kecil kami menyebutnya “tembong”. Capung 
suka terbang rendah dan hinggap di dahan-dahan, daun, pagar, batu atau apa pun yang 
bisa ia hinggapi. Kami sering menangkapnya. Berjalan dengan perlahan ke arah capung 
sambil jemari jempul dan telunjuk tangan kanan bersiap menjepit ekor capung. Rupanya 
capung begitu peka dengan getaran yang ada disekitarnya. Sampai suara nafas kami saja 
dapat membuatnya terbang menjauh. Memang si capung snagat suka bermain-main 
dengan kami, ia terbang dan hinggap lagi di sebelah kami lalu saat kami ingin 
menangkapnya maka ia akan kembai terbang menjauh untuk datang kembali. Mungkin 
begitulah capung diciptakan untuk menjaga dirinya sendiri. 

Dulu sangat banyak capung yang mampir di halaman rumah, biasnaya sejak pagi 
sampai sore saya di masa kecil akan berusaha menangkapnya. Saat ini saya berpikir 
untuk apa saya menangkap capung selain karena ingin merasa menang? Saat ditanyai ke 
diri memang ini sangat sulit untuk saya temukan jawabannya. Dulu juga saya menangkap 
capung lalu merobek sayapnya dan membiarkan ia terbang. Beberapa jam kemudian saya 
menemukannya tergeletak di tanah bahkan di air. Saya tidak tahu butuh berapa lama bagi 
si capung untuk menenun sayapnya. saya juga tidak tahu, andai saja ia sedang ditunggui 
di tempat tinggalnya dengan penuh harap. Misalnya berharap mendapat cerita dari si 
capung yang sayapnya telah saya robeki, harapan teman dan keluarga si capung sia-sia. 
Si capung tidak pulang ke rumah karena ia tak lagi bisa terbang dan telah mati. Mungkin 
jika saat kecil saya berpikir demikian, maka tidak ada satu hewan pun yang akan mati di 
tangan saya. 

Kian lama diperhatikan dan diingat kembali, halaman rumah ini adalah rumah bagi 
segala makhluk yang melahirkan banyak kenangan indah. Kenangan yang ini tidak 
tumbuh namun berbunga. Bunga yang indah seperti bunga indah yang bermekaran. 
Namun, kupu-kupu dan campung yang menghampiri halaman rumah tak sebanyak dulu. 
Mungkin saja populasinya telah berkurang karena kelakuan kami di masa kecil atau 
karena kami yang tak lagi memiliki kebun sayur di depan rumah? 

Cici Ndiwa. 4 Februari 2020. 

Senin, 03 Februari 2020

Tentang Mendengarkan


Saya memilih untuk menulis tentang mendengarkan pada hari ini. Sebenarnya ini sangat
sederhana, tidak seperti proses yang saya alami saat memilih tema sebelumnya untuk tulisan saya
di sini.  Tema ini tidak  terlalu membutuhkan waktu yang sangat banyak saat berpikir hal apa saja
yang akan saya uraikan kali ini.  Mungkin karena ini menjadi keseharian bagi saya yang sangat
suka mendengarkan suara suara di sekitar saya maupun lagu-lagu. Saking sangat sering
mendengarkan, saya bisa dengan mudahnya mengenali suara beberapa mesin  yang kami miliki di
rumah sejak dibeli sampai hari ini saat saya menyadari telah memakainya berkali-kali. Mungkin
beginilah jika menulis tentang keseharian.   

Dengan sangat baik, pikiran saya mengolah hal apa saja yang akan saya uraikan sambil
mendengar dengan saksama suara mesin cuci. Mulai dari suara mesin bagian penyucian sampai
ke tahap pengeringan sambil memerhatikan pergerakan tombolnya. Semacam sudah ada
pembagian di kepala tentang apa yang akan saya uraikan di tiap paragraf. Saya mencoba menulis
1o paragraf tiap hari dengan seratus jumlah kata tiap paragraf. Ini juga menjadi pekerjaan otak dan
jemari yang ekstra bagi saya, menyederhanakan hal yang besar dan memperbanyak kata untuk
hal yang sederhana lalu digabungkan menjadi sepuluh paragraf utuh. Banyak hal yang saya
temukan dari proses menulis semacam ini.

Saya merasa sangat enak sekali memikirkan hal apa saja yang akan saya uraikan, namun
hal yang tidak saya buat adalah mengetiknya dengan segera di ponsel. Saya membiarkannya,
berharap saya bisa mengingat semuanya dengan secara saksama. Nah, sampai di paragraf ini
saya lupa dengan hal yang telah saya pikirkan dihadapan mesin cuci. Namun saya tidak
kehilangan tema. Dari runutnya proses menemukan hal pokok di tiap paragraf yang akhirnya saya
lupa, saya pun berganti dengan menanyakan ke diri ini “apa yang saya peroleh dari proses
mendenngarkan?”dan “kenapa saya lebih memilih banyak mendengar dari pada berbicara
banyak?” Kadang hal ini terjadi begitu saja.

Ungkapan tentang hal mendengarkan yang paling familiar yakni “manusia diberikan satu
mulut dan dua telinga”. Saya lupa hal itu saya temukan di mana namun yang saya ingat kalau yang
tertulis di tempat lain adalah lebih panjang dari yang saya tulis di atas. Saya pikir, maknanya masih
tetap sama. Karena makna adalah hal yang subyektif bagi manusia, jadi bagi saya makna dari hal
di atas yah kita harus lebih banyak mendengarkan dengan saksama (mendengar berbeda dari
mendengarkan) dari pada berbicara. Mungkin juga lebih ke arah kita harus menghargai sesama
yang sedang berbicara dengan kita dengan memberikan waktu untuuk menyimak yang
dibicarakan.

Menghargai sesama tanpa memandang usia dan status sosial seseorang dengan
mendengarkan. Ini lebih ke pertanyaan yang saya ajukan ke diri saya sendiri berkaitan dengan
“kenapa saya lebih memilih banyak mendengar dari pada berbicara banyak?” Pertama, saya
menyadari arti dari dua telinga dan satu mulut yang dimiliki. Mungkin hal ini memiliki artian yang
filosofis. Saya memang tahu bahwa telinga ada dua dengan fungsinya untuk mendengarkan dan
mulut hanya satu untuk berbicara. Telinga tidak bisa mendengarkan dengan baik, jika mulut/bibir
yang datang dari kepala yang sama sedang banyak bicara. Pastinya kita tidak bisa mendengarkan
dengan baik apa yang dikatakan oleh lawan bicara.

Sangat disayangkan jika saat seseorang berbicara, kita tidak mendengarkannya dengan
saksama. Entah kabar baik atau pun tidak. Entah bagai mana pun itu, saya berpikir mendengarkan
sangat lha diperlukan. Saya pribadi pun berusaha menghargai dengan mendengarkan lawan
bicara baik yang secara langsung maupun lewat perantara media. Satu mulut yang diberikan oleh
Pencipta untuk dipakai untuk berbicara juga untuk makan. Dua telinga yang ada di sebelah kiri
dipakai untuk mendengar, untuk lebih mendengarkan.Tiap anggota tubuh yang telah diberikan
untuk kita masing-masing memiliki fungsi atau tugas. Anggota tubuh yang satu tidak memonopoli
anggota tubuh yang lain, semua anggota tubuh itu memiliki tugas masing-masing.

 Karena semua anggota tubuh diberi tugas masing-masing, makanya tidak ada yang lebih
hebat dari yang lainnya. Anggota tubuh juga saling menghargai. Seianya, sebagai manusia kita
dapat menyadari itu sejak awal. Mungkin tidak semestinya saya menulis semacam nasihat di sini.
Tapi ini berdasarkan pengalaman pribadi, saya menyadari tiap bagian tubuh yang satu atau pun
yang dua masing-masing memiliki simbol. Diam itu emas, apalagi jika diam dilakukan karena kita
sedang mendengarkan. Saya ingat, saat itu menempuh pendidikan sarjana di program studi

pendidikan teologi. Saya pernah mendapat usir, di suruh keluar kelas oleh dosen karena saya 
berbicara saat si dosen sedang menjelaskan materi. 

Kedua, saya menghargai lawan bicara. Sebelum kita berpikir tentang apa yang akan 
menjadi bahan pembicaraan dengan si orang lebih dahulunya kita bersikap menghargai dia. Sekali 
lagi, ini bukan tulisan atau tutorial mendengarkan orang atau menghargai orang lain. Ini murni 
pengalaman pribadi saat bertemu dengan orang, mungkin saya juga sering memperlakukan kamu 
dengan begini. Tiap bertemu orang dan akan tahu dia akan bicara seperti curhat atau bertanya yah 
saya telah ada alam posisi siap mendengarkan. Mulut saya katupkan, sambi tersenyum dan telinga 
saya sendengkan demi menunggu kalimat-kalimat terlontar dari bibirnya. Saya percaya, saat ada 
orang yang berbicara sesungguhnya ia membutuhkan didengarkan.  

Ketiga, saya menghargai tiap kesempatan bicara. Saya selalu membayangkan kesempatan 
saya mendengar dia dan dia melihat saya sedang mendengarkan dia adalah kesempatan terakhir. 
Sehingga apa pun yang ia bicarakan, akan saya usahakan untuk tetap melihat dan mendengarkan 
dia. Jika ada yang mengenal saya dengan baik dan sering berbicara sama saya, pasti akan hafal 
bahwa saat kita sedang berbicara, saya akan melepaskan segala aktivitas dan duduk dengan 
tenang mendengarkan. Saya selalu takut jika itu adalah kesempatan terakhir yang saya  miliki. 
Saat mendengarkan Bapa dan Mama bicara di rumah, saya akan mendengarkan dengan baik. 
Walau pun beberapa kali mendengar tapi tidak mendengarkan.  

Saya mengakhiri tulisan ini saat malam, walau telah memikirkan dan mulai menulisnya saat 
siang tadi. Saya ingat, tadi kepikiran akan menulis tentang ini saat mencuci pakaian menggunakan 
mesin cuci. Usia mesin cuci hampir setahun, ia bekerja tiap Minggu dan digunakan sesuai standar 
yang telah ditetapkan. Seperti mengecek benda benda kecil seperti logam, jarum dan peniti yang 
ada di pakaian. Selalu saya buat hal demikian. Tadi saya menyadari ada beberapa perbedaan 
bunyi, saya mengingat suara mesin cuci saat pertama kali saya gunakan, nol kilo. Yah, semoga 
mesin cuci tetap baik-baik saja karena ia pun berguna. Begitu juga pemiliknya ini. 

Salam hangat,

Cici Ndiwa

Setahun Berdua

                                                  " Selamat merayakan setahun berdua dalam relasi pacaran ini, *ian dan Cici.      Tida...