Senin, 03 Februari 2020

Tentang Mendengarkan


Saya memilih untuk menulis tentang mendengarkan pada hari ini. Sebenarnya ini sangat
sederhana, tidak seperti proses yang saya alami saat memilih tema sebelumnya untuk tulisan saya
di sini.  Tema ini tidak  terlalu membutuhkan waktu yang sangat banyak saat berpikir hal apa saja
yang akan saya uraikan kali ini.  Mungkin karena ini menjadi keseharian bagi saya yang sangat
suka mendengarkan suara suara di sekitar saya maupun lagu-lagu. Saking sangat sering
mendengarkan, saya bisa dengan mudahnya mengenali suara beberapa mesin  yang kami miliki di
rumah sejak dibeli sampai hari ini saat saya menyadari telah memakainya berkali-kali. Mungkin
beginilah jika menulis tentang keseharian.   

Dengan sangat baik, pikiran saya mengolah hal apa saja yang akan saya uraikan sambil
mendengar dengan saksama suara mesin cuci. Mulai dari suara mesin bagian penyucian sampai
ke tahap pengeringan sambil memerhatikan pergerakan tombolnya. Semacam sudah ada
pembagian di kepala tentang apa yang akan saya uraikan di tiap paragraf. Saya mencoba menulis
1o paragraf tiap hari dengan seratus jumlah kata tiap paragraf. Ini juga menjadi pekerjaan otak dan
jemari yang ekstra bagi saya, menyederhanakan hal yang besar dan memperbanyak kata untuk
hal yang sederhana lalu digabungkan menjadi sepuluh paragraf utuh. Banyak hal yang saya
temukan dari proses menulis semacam ini.

Saya merasa sangat enak sekali memikirkan hal apa saja yang akan saya uraikan, namun
hal yang tidak saya buat adalah mengetiknya dengan segera di ponsel. Saya membiarkannya,
berharap saya bisa mengingat semuanya dengan secara saksama. Nah, sampai di paragraf ini
saya lupa dengan hal yang telah saya pikirkan dihadapan mesin cuci. Namun saya tidak
kehilangan tema. Dari runutnya proses menemukan hal pokok di tiap paragraf yang akhirnya saya
lupa, saya pun berganti dengan menanyakan ke diri ini “apa yang saya peroleh dari proses
mendenngarkan?”dan “kenapa saya lebih memilih banyak mendengar dari pada berbicara
banyak?” Kadang hal ini terjadi begitu saja.

Ungkapan tentang hal mendengarkan yang paling familiar yakni “manusia diberikan satu
mulut dan dua telinga”. Saya lupa hal itu saya temukan di mana namun yang saya ingat kalau yang
tertulis di tempat lain adalah lebih panjang dari yang saya tulis di atas. Saya pikir, maknanya masih
tetap sama. Karena makna adalah hal yang subyektif bagi manusia, jadi bagi saya makna dari hal
di atas yah kita harus lebih banyak mendengarkan dengan saksama (mendengar berbeda dari
mendengarkan) dari pada berbicara. Mungkin juga lebih ke arah kita harus menghargai sesama
yang sedang berbicara dengan kita dengan memberikan waktu untuuk menyimak yang
dibicarakan.

Menghargai sesama tanpa memandang usia dan status sosial seseorang dengan
mendengarkan. Ini lebih ke pertanyaan yang saya ajukan ke diri saya sendiri berkaitan dengan
“kenapa saya lebih memilih banyak mendengar dari pada berbicara banyak?” Pertama, saya
menyadari arti dari dua telinga dan satu mulut yang dimiliki. Mungkin hal ini memiliki artian yang
filosofis. Saya memang tahu bahwa telinga ada dua dengan fungsinya untuk mendengarkan dan
mulut hanya satu untuk berbicara. Telinga tidak bisa mendengarkan dengan baik, jika mulut/bibir
yang datang dari kepala yang sama sedang banyak bicara. Pastinya kita tidak bisa mendengarkan
dengan baik apa yang dikatakan oleh lawan bicara.

Sangat disayangkan jika saat seseorang berbicara, kita tidak mendengarkannya dengan
saksama. Entah kabar baik atau pun tidak. Entah bagai mana pun itu, saya berpikir mendengarkan
sangat lha diperlukan. Saya pribadi pun berusaha menghargai dengan mendengarkan lawan
bicara baik yang secara langsung maupun lewat perantara media. Satu mulut yang diberikan oleh
Pencipta untuk dipakai untuk berbicara juga untuk makan. Dua telinga yang ada di sebelah kiri
dipakai untuk mendengar, untuk lebih mendengarkan.Tiap anggota tubuh yang telah diberikan
untuk kita masing-masing memiliki fungsi atau tugas. Anggota tubuh yang satu tidak memonopoli
anggota tubuh yang lain, semua anggota tubuh itu memiliki tugas masing-masing.

 Karena semua anggota tubuh diberi tugas masing-masing, makanya tidak ada yang lebih
hebat dari yang lainnya. Anggota tubuh juga saling menghargai. Seianya, sebagai manusia kita
dapat menyadari itu sejak awal. Mungkin tidak semestinya saya menulis semacam nasihat di sini.
Tapi ini berdasarkan pengalaman pribadi, saya menyadari tiap bagian tubuh yang satu atau pun
yang dua masing-masing memiliki simbol. Diam itu emas, apalagi jika diam dilakukan karena kita
sedang mendengarkan. Saya ingat, saat itu menempuh pendidikan sarjana di program studi

pendidikan teologi. Saya pernah mendapat usir, di suruh keluar kelas oleh dosen karena saya 
berbicara saat si dosen sedang menjelaskan materi. 

Kedua, saya menghargai lawan bicara. Sebelum kita berpikir tentang apa yang akan 
menjadi bahan pembicaraan dengan si orang lebih dahulunya kita bersikap menghargai dia. Sekali 
lagi, ini bukan tulisan atau tutorial mendengarkan orang atau menghargai orang lain. Ini murni 
pengalaman pribadi saat bertemu dengan orang, mungkin saya juga sering memperlakukan kamu 
dengan begini. Tiap bertemu orang dan akan tahu dia akan bicara seperti curhat atau bertanya yah 
saya telah ada alam posisi siap mendengarkan. Mulut saya katupkan, sambi tersenyum dan telinga 
saya sendengkan demi menunggu kalimat-kalimat terlontar dari bibirnya. Saya percaya, saat ada 
orang yang berbicara sesungguhnya ia membutuhkan didengarkan.  

Ketiga, saya menghargai tiap kesempatan bicara. Saya selalu membayangkan kesempatan 
saya mendengar dia dan dia melihat saya sedang mendengarkan dia adalah kesempatan terakhir. 
Sehingga apa pun yang ia bicarakan, akan saya usahakan untuk tetap melihat dan mendengarkan 
dia. Jika ada yang mengenal saya dengan baik dan sering berbicara sama saya, pasti akan hafal 
bahwa saat kita sedang berbicara, saya akan melepaskan segala aktivitas dan duduk dengan 
tenang mendengarkan. Saya selalu takut jika itu adalah kesempatan terakhir yang saya  miliki. 
Saat mendengarkan Bapa dan Mama bicara di rumah, saya akan mendengarkan dengan baik. 
Walau pun beberapa kali mendengar tapi tidak mendengarkan.  

Saya mengakhiri tulisan ini saat malam, walau telah memikirkan dan mulai menulisnya saat 
siang tadi. Saya ingat, tadi kepikiran akan menulis tentang ini saat mencuci pakaian menggunakan 
mesin cuci. Usia mesin cuci hampir setahun, ia bekerja tiap Minggu dan digunakan sesuai standar 
yang telah ditetapkan. Seperti mengecek benda benda kecil seperti logam, jarum dan peniti yang 
ada di pakaian. Selalu saya buat hal demikian. Tadi saya menyadari ada beberapa perbedaan 
bunyi, saya mengingat suara mesin cuci saat pertama kali saya gunakan, nol kilo. Yah, semoga 
mesin cuci tetap baik-baik saja karena ia pun berguna. Begitu juga pemiliknya ini. 

Salam hangat,

Cici Ndiwa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setahun Berdua

                                                  " Selamat merayakan setahun berdua dalam relasi pacaran ini, *ian dan Cici.      Tida...