Kamis, 28 November 2019

Tiga Hari Mengenal Kopi

Saya memberi judul seperti itu karena saya masih ingin belajar dan belajar lagi tentang
Kopi terlebih Kopi di Flores. Saya memulainya dengan belajar mengenal Kopi Manggarai,
semoga semesta memberi ijin biar saya bisa merasakan Kopi di derah lain di Flores ini.
Tulisan di blog ini bermula dari keinginan saya untuk menuliskan apa yang telah saya
dapat dari pelatihan yang diselenggarakan dinas di Kabupaten yang saya cintai ini.
Walau pelatihan itu gratis, saya tak ingin hanya sekedar.


Singkat cerita, saya mendapat kesempatan untuk belajar mengenal kopi yang
bertempat di Kafe Kopi Mane. Berkaitan dengan Kopi Mane, akan saya tulis tersendiri
di blog ini.
Tulisan di blog ini, mungkin tidak bisa dijadikan acuan untuk orang-orang yang ingin belajar dengan mendalam tentang kopi.
Kegiatan yang saya ikuti berlangsung di Minggu ketiga bulan November. Tiga hari kegiatan ini dilaksanakan.

Pesera kegiatan lumayan banyak dan datang dari berbagai tempat di Manggarai ini. Ada
yang dari Langke Rembong, Ruteng Pu’u, Liang Bua, Reo, Todo & Wae Rebo. Kami
bertemu karena kopi. Karena kecintaan kami pada Kopi Manggarai.
Narasumber pada kegiatan ini ada empat, ada Pak Adam, Pak Bony, Pak Hubert dan Kak
Wenty. Dari merekalah kami belajar selama tiga hari itu.
Kegiatan ini dimulai pada Selasa, 20 November 2019. Dibuka oleh sambutan Bapak
Kepala Bidang, sebenarnya dibuka oleh Bapak Kadis Pariwisata namun karena sedang
sakit makanya dibuka oleh Bapak Kabid.
Seingat saya dalam sambutannya Bapak Kabid menekankan tentang konsep berpikir dan
juga paradigma baru yang berkaitan dengan pariwisata dan kearifan lokal.
Setelah itu rangkaian kegiatan dimulai. Pada hari pertama lebih banyak tentang teori.
Narasumber pertama, Bapak Adam mengenalkan tentang Kopi Arabika dan Kopi Robusta.
Yang sesekali diberi tambahan oleh Bapak Hubert dan Bapak Bony.
Seingat saya, hehehe.......
Saat itu dikenalkan tentang Kopi Arabika dan Kopi Robusta. Kopi Arabica memiliki cita
rasa sweeter dan Kopi Robusta memiliki cita rasa stronger. Saat ada kesempatan untuk
bertanya, saya pun tanya ke bapak narasumber "Bagaimana kalau pohon kopi itu telah
tumbuh lebih dari 50 tahun? Apakah berpengaruh pada cita rasanya?” Lalu beliau
menjawab, Ya lebih bagus dan cita rasanya lebih enak. And i’m so happy. Kami memiliki
kebun yang ditanami kopi dan usianya berkisar mencapai lima puluh tahun. Namun
kurang dirawat, mungkin ini akan jadi project saya selanjutnya.

Oh ya teman-teman. Untuk mendapati kopi bercita rasa yang baik (ini akan
mempengaruhi nilai jual), tiap prosesnya harus diperhatikan dengan sangat baik. Mulai
dari hulu ke hilir. Kopi diberi perlakuan yang baik.

Ada beberapa proses pasca panen biji kopi yang telah masak
yakni natural proses, semi washed proses dan fully washed. Tiap proses itu memiliki
keunggulannya masng-masing.
Saya ingat, saat masih kecil biasa ikut orang tua dan nenek ke kebun di Kedutul untuk
petik kopi. Sehabis memetik kopi yang kami lakukan adalah melakukan perambangan,
menaruh kopi di dalam ember yang terisi air dan membuang biji kopi yang terapung di
permukaan ember. Selanjutnya kami menumbuk kopi yang berbiji merah di lesung 
(Ngencung dalam bahasa Manggarai), untuk memisahkan biji kopi dari kulitnya.  Setelah 
itu kami mencuci sampai bersih dan menjemurnya. 

Hal yang saya pikir tindakan di masa kecil itu salah yaitu kami menjemurnya di atas 
tanah dan hanya beralas karung yang tipis. Ini cara yang kurang benar teman-teman.
Selanjutnya tentang roasting & target cup. Di materi ini, narasumber secara bergantian 
memberikan materi yang sesuai dengan yang mereka tahu/kuasai. 

Roasting merupakan unsur penting dalam kopi, ungkap Bapak Hubert membuka sesinya. 
Kita belajar kopi dari hulu ke hillir, demi menjaga cita rasa kopi. Bayangkan 1 Kg Kopi 
yang diolah atau diproses dengan sangat baik akan menghasilkan 88 cangkir, begitulah 
yang diungkapkan Pak Bony. 

Di hari pertama juga kami belajar tentang kopi Espresso, espresso biangnya kopi. 
90-99 derajat air yang diperlukan untuk menyeduh kopi espresso. Karena Ruteng ini 
suhunya dapat berubah-ubah jadi airnya harus tetap dipanaskan dia tas ketel listrik. 
Ada empat faktor untuk menghasilkan espresso yakni mesn espresso, grinder, kopi dan 
barista.  Untuk segelas espresso yang bai dibutuhkan kesegaran biji kpi, teknik barista, 
kualitas dan suhu air dan juga waktu ekstraksi. 

Masih banyak hal detail yang kami pelajari tentang espresso, sekiranya itu menjadi teori 
di kepala yang menggeakan hati dan tangan saya saat membuat kopi. Iya..iya ini jadi 
salah satu perencanaan dalam hidup (................)
Pada hari Rabu, 20 November 2019
Kami langsung mempraktekan segala teori yang telah kami peroleh di hari sebelumnya. 
Dimulai dengan menyortir kopi. Ada dua jenis kerusakan pada kopi yakni primary deffect 
dan secondary deffect. Primary deferct berkaitan dengan jika ditemukannya kopi biji 
yang hitam, ada kotoran yang menempel, ada batu kecil dan ada ranting atau benda-
benda kecil dalam kopi tersebut. Secondar deffect berkaitan dengan ditemukan lobang 
kecil akibat dimakan oleh serangga dan kopi yang pecah. Note: ada toleransi berkaitan 
dengan ini. 

Untuk memperoleh kopi dengan cita rasa yang pas. 30% ada pada saat panen, 30% 
ditentukan pada saat kita mengolah pasca panen dan 40% ada di sangrai. Saat itu kami 
melakukan sangrai kopi menggunakan alat. Masing-masing kelompok menyangrai 
kopinya. Sebelum saya lupa, kami dibagi dalam dua kelompok besar lalu dari dua 
kelompk besar itu dibagi lagi menjadi kelompok kecil. Jadi ini sangat efektif bagi kami. 
Dua kelompok besar itu yakni kelompok Arabika dan Robusta. 
Setelah melakukan penyortiran, kami pun melakukan roasting kopi yang diajari oleh Pak 
Bony. Ada alat khusus yang dipakai untuk meroasting kopi dan saat itu kami 
membutuhkan waktu 17 menit. Aroma kopi sangat terasa, kami makan biji kopi seperti 
kami memakan jagung goreng. Enak dan nikmat tanpa mengeryitkan kening untuk 
menahan pahit.
Pelajaran selanjutnya yang kami lakukan adalah menghirup aroma kopi sebelum diseduh 
dengan air. Note: kopi menyerap aroma-aroma tumbuhan yang ada disekelilingnya. 
Jelas saja, saat itu kami menghirup kopi dengan aroma pisang, nangka, kayu manis & 
cokelat. Sungguh kaya kopi Manggarai. 
Kami juga merasakan kopi yang sudah diseduh dengan air. Rasanya berbeda. yah 
memang berbeda kan. 
Hari ketiga kami belajar langsung tentang membuat kopi espresso. 
Karena sibuk memperhatikan teman yang sedang mempraktekan itu, saya jadi mendapat 
jatah dua kali saja untuk mempraktekan dan itu juga kurang berhasil. 
Saya masih berharap akan diberi waktu untuk belajar langsung di kafe Pak Bony dan Pak 
Hubert. 


“Saya ingin jadi orang yang mengurus dan menulis perjalanan cinta Kopi Manggarai” apa 
ini terlalu ambisius? Apa ini terlalu lebay?
Hidup harus lebay, biar tidak sekedar ikut ramai.  

Cici

Jumat, 22 November 2019

Menunggu

Kamu masih menunggu, bukan?
Sama. Di sini juga saya sedang menunggu.
Saya namai ini menunggu, 
karena tak ada nama yang lebih indah
untuk menamai ini. 
Menamai ini hanya dengan membayangkan
kamu tiba-tiba kembali, 
karena tiba-tiba manusia adalah
rencana Sang Sahabat Sejati. 

Saya membayangkan kamu kembali, 
lalu kita duduk di bawah sinar mentari pagi,
sampai berpelukam sa,pai pagi lagi
menghabiskan sisa usia kita
dengan secangkir kopi Arabika, Robusta dan Juria.
Kamu membaca koran pagi, buku-buku tebal
dengan keharuman kertas yang kuat,
dan saya membaca buku puisi sambil sesekali mengetik kata-kata
yang ingin saya simpan untuk generasi kita, kelak.

Kepada generasi setelah kita,
kukisahkan bahwa menunggu seseorang dengan penuh harapan
dan kasih bukanlah hal yang sia-sia,
merasai setiap hari, mengirim telepati tiap hari
walau lucu dan lebay itu sungguh hal yang menyenangkan
dengan begitu kita disatukan dengan bantuan Sang Sahabat Sejati.
Akan kukisahkan begitu, lisan dan tulisan. 

Aku menunggu,
yang memisahkan kita hanyalah pintu tanah,
melihat seseorang ditutup tanah
dan seorang yang lain merengkuh lutut dan berdoa.

Kita berpisah,
seorang menangis di pusara
dan seorang lagi dimakamkan.

Note: Di sini, saya menunggu. Jika ini masih disebut menunggu

Ruteng, 22 November 2019

Cici




Jumat, 15 November 2019

Dingin di Kaki


Masih seperti malam-malam sebelumnya, bahkan ini sudah menjadi rutinitas saya yakni
memakai kaus kaki. Saya selalu memastikan punya kaus kaki yang kering dan bersih,
karena tiap malam saya wajib memakai kaus kaki.
Saya takut kalau telapak kaki saya dingin, jika saya sentuh dan terasa dingin maka saya
akan dengan sigap menggosokkan minyak kayu putih lalu memakai kaus kaki.
Saya pikir ketakutan ini aneh, toh saya terbiasa dengan suhu Ruteng yang dingin.
Saya seringkali membayangkan jika di dunia ini tak ada kaus kaki, entah bagaimana
kaki-kaki manusia yang suka menghalau dingin di telapak kaki.
Saya seringkali membayangkan kalau suhu di dunia ini sangat pas dengan tubuh manusia,
jadi tak ada yang mengeluh terlalu dingin atau terlalu panas.
Namun yang pasti, saya selalu ingin punya telapak kaki yang hangat saat malam biar bisa
tertidur dengan nyaman tanpa direpotkan menarik kain selimut atau digigit nyamuk.


Salam


Pemilik Rumah

Kamis, 14 November 2019

Sebelum Tidur Malam


Memasuki bulan November saya jarang olahraga atau melakukan aktifitas fisik yang
lumayan berat. Untuk urusan kerja di dalam rumah paling batas sampai pukul dua siang
saja. Setelah itu saya bisa santai untuk nonton, baca buku bahkan istirahat siang.
Saya pun bukan seseorang yang selalu makan dengan teratur dan bergizi. Kadang saya
lupa untuk makan, giliran merasa sangat lapar baru saya ber-ohhhhh panjang dan bilang
“pantas..Cici kan belum makan”

Saya juga suka minum kopi. Sore ini saya sudah habiskan setengah gelas kopi manis,
saat minum saya berharap minum kali ini tidak akan mengganggu jam tidur malam saya.
Syukurlah, saat menulis ini saya sedang didera perasaan mengantuk luar biasa. Jadi saya
bisa tidur malam ini saudara-saudara.

Beberapa malam saya tertidur dengan cepat saat sedang santai menunggu balasan chat
dari teman. Saat chat saya dibalas, malah saya yang tertidur dan akan ngeh esok
paginya. Lalu buat drama pagi lagi soal itu. Untunglah selalu dimaklumi.
Sebelumnya saya ini seorang yang insomnia, saya kadang tak tidur sama sekali selama dua
sampai tiga hari. Hal itu berulang terjadi apabila saya punya bahan bacaan yang bagus. 

Malam ini, saat menulis untuk blog.
Saya sedang mengandaikan sesuatu yakni “andai mimpi bisa diminta”
Akan saya tulis untuk blog ini di hari esok.
Jadi sebelum tidur malam ini, ingin sekali saya mengucapkan segala maaf dan syukur
untuk hari yang Tuhan kasih untuk saya.
Terima kasih untuk hari ini, hari ini masih indah untuk saya.
Selamat tidur, semoga mimpi indah.


Salam

Pemilik Rumah

Senin, 11 November 2019

Disapa Ligota (2)

: Pertentangan Kita


Kau tanya “apa aku tahu neraka?”
hanya karena panas terik, tanah tandus, pohon yang meranggas
dan jalanan yang berbatu.
Aku tak jawab apa-apa,
kau hanya menghindari bebatuan besar
dan mencari cela yang pas untuk ban motor
yang membawa kita.

Aku melihat ke sekeliling,
anak-anak yang pulang sekolah dengan berjalan kaki
dan menutup kepala dengan buku tulis.
Orang muda yang duduk di bale-bale di bawah pohon Mangga yang masih muda,
mama-mama sedang duduk menunggu anak dan suami untuk makan siang
dan kita adalah orang asing yang mencari celah dan surga untuk bisa diunggah. 

Ku arahkan kamera ponsel ke arah pohon yang meranggas, 
kamu bilang itu indah untuk diunggah ditambah caption ala-ala
Ku arahkan kamera ponsel ke arah lautan yang masih jauh
yang kini masih kita tempuh, kamu bilang itu biasa
Ku arahkan lagi ponselku ke arah anak-anak yang berjalan kaki
dengan seragam pramuka, kamu mengendarai motor dengan sangat pelan.


Pohon yang meranggas memang indah jika diunggah, 
ditambah dengan caption ala-ala, 
begitu juga laut yang dipotret dari kejauhan. 
Yang indah memang mengundang selera dalam bentuk like di media sosial 
dan jumlah dilihat di story WA.
Semoga hujan segera turun dan menumbuhkan pucuk-pucuk pohon
dan rerumputan hijau.

Kelak kita harus lebih berhati-hati, mungkin celah yang siang ini kita lewati
harus kita hindari saat perjalanan di waktu yang lain.
Aku terhenti saat mengarahkan kamera ke anak-anak, 
tak ada potret yang berhasil aku ambil. 
Mereka lebih jauh membidik nurani saya.
Karena Ligota selalu menyapa saya sepanjang perjalanan......................


Ruteng, 11 November 2019. 

Saya,

Cici

Minggu, 10 November 2019

Disapa Ligota (1)

: Untuk waktu kita


Jalanan panjang berujung di persimpangan
Sawah yang menghijau dan
Kerbau yang bercengkrama dengan burung bangau
Para petani sedang berjalan di pematang
Seorang nelayan sedang membenarkan kail
Dua orang pemuda sedang duduk di bawa rindangnya pohon beringin
Dan kita yang disapa Ligota siang itu

Kamu bersiap untuk memotret bangau putih dan kerbau
Saya mulai berlari menuju bibir pantai
Dalam potretmu bangau putih sedang terbang
menjauhi kerbau,
terbang di atas hamparan sawah yang hijau
sembari menyapa petani yang sedang berjalan perlahan di pematang

Saya berlari menuju pantai
dan ombak pecah di bawah kaki saya
Berkali-kali ombak datang dan pecah di bawah kaki saya,
lalu kembali bergulung pergi menjauhi saya,
membawa pesan kaki yang tertatih agar pemiliknya tak selalu berdalih

Seorang nelayan sedang memperbaiki jala
Sesekali mengelap keringat yang hampir tumpah menyentuh dada
Seringkali memandang jauh ke arah lautan
“semoga malam ini ikan tak cerdas menghindari jala"

Di sana
Para petani sedang duduk di pematang
“semoga padi yang merunduk pandai menyembunyikan bulirnya”
Sementara burung bangau sedang mengincar kerbau
dan menjauhi seorang lelaki dengan id card semacam yang mengalungi lehernya

Siang ini kami disapa Ligota
Panas yang terik terkena kulit,
masih saja berlari di pinggir pantai,
mengambil video buih ombak dan lautan luas,
memotret gunung dan sawah yang menghijau,
di kejauhan sebuah pulau berdiri dengan megah,
di pandangan mata yang lain ada muara sungai yang tenang,

Siang ini kami disapa Ligota
Surga lain yang jatuh di Purang Mese,
Siang ini surga sedang sepi,
anak-anak sedang bersekolah,
muda mudi sedang bekerja,
orang tua sedang merangkai
kalimat bernas apa lagi yang akan dilanjutkan untuk generasi

Siang ini kami disapa Ligoti
Surga lain yang tertangkap mata kami

Untuk kita, semoga selalu ada surga yang lain.






Ruteng, 10 November 2019.

Setahun Berdua

                                                  " Selamat merayakan setahun berdua dalam relasi pacaran ini, *ian dan Cici.      Tida...