di dalamnya memang tidak menarik dan saya menyukai itu karena mengurangi ketertarikan orang rumah dan saya untuk melihat isinya. Tentu saja lemarinya tidak dikunci, beberapa kali kuncinya hilang dan daya mengingat saya untuk barang-barang sekecil itu (walau penting) kadang tidak terlalu bagus.
Saya mengeluarkannya dengan perlahan dari antara barang yang menghimpitnya agar lembarannya tidak robek. Saya menaruhnya di atas lantai sambil membersihkan debu yang ada, menaruhnya sesuai urutan tahun. Walau
ada sobek dan banyak coretan di sampul luar, buku harian tertua datang dari tahun 2008. Berurutan sampai yang paling muda lahir pada tahun 2018. Itu yang murni isinya catatan harian, kalau untuk buku yang tetap saya namai catatan harian namun berisikan begitu banyak rangkuman dan catatan tentang pekerjaan itu ada pada tahun 2019. Untuk 2020, saya punya beberapa buku yang catatannya tidak terlalu privasi, tahun ini lebih banyak menulis salinan doa & renungan bacaan.
Membaca kembali buku-buku harian itu, membuat saya kembali mengenang perjalanan di tahun-tahun lalu. Sambil mengapresiasi diri dengan kalimat yang menenangkan dan memotivasi, terkadang diiringi beberapa tanya tentang beberapa hal yang kali ini tidak saya ingat, tapi dulu saya pernah menjalaninya.
Buku-buku harian saya kurang bersih dari membicarakan nama orang dan saya inisialkan itu. Beberapa inisial saya ingat, beberapa lainnya tidak saya ingat. Kini, saya jadi lebih mantap memilih lembaran yang akan saya robek dan bakar.
Saya menulis segala impian besar saya, tentu saja dengan plan b & c yang turut mengikuti. Sejauh ini, saya merasa sedang melangkah menuju hal itu.
Sungguh begitu optimis kan? Iya, sungguh.
Kalau impian besar saya telah terwujud, bagaimana saya akan jalani hidup? Impian itu dengan sendirinya akan menghadirkan impian lainnya dan saya tetap optimis untuk hal itu.
Karena menulis impian di lembaran awal buku harian, itu membuat saya harus menulisnya dengan sangat baik. Saya yang dulu, sungguh memikirkan itu dengan matang lalu menuliskannya. Walau saya menuliskan dengan baik, seakan tiap jengkal langkah saya telah saya rencanakan; saya tetap menyukai segala hal-hal tidak terduga yang terjadi di hari-hari dalam hidup.
Saya sempat berpikir kalau satu hal yang saya impikan akan susah saya wujudkan, karena saya
merasa ada di jalur yang berlainan namun suatu yang bernama “benang merah” mampu membuat saya kembali perlahan di jalan menuju impian itu. Saya pemimpi? Saya bahkan tidak pernah memikirkan bagai mana orang memikirkan hal itu.
Impian tidak hanya tertulis di buku harian, ia ada di langkah dan segala pemikiran. Saya mengibaratkan hidup ini adalah sebuah project besar, yang saya buat adalah merancangkan itu dalam sebentuk proposal. Saya berikan itu
pada Pencipta, dimasa-masa ia sedang membaca dan menyiapkan dana untuk hal yang saya tulis dalam proposal itu, saya tetap menjalani sebagaimana saya ingin jalani hari-hari saya.
Saya percaya, yang saya jalani telah ada dalam
rancangannya, Pencipta sedang mencocokan itu untuk saya. Selagi menunggu itu, IA tetap memberikan banyak berkat untuk saya.
Salam hangat,
Cici
Tidak ada komentar:
Posting Komentar