Sabtu, 01 Februari 2020

Perjalanan Bingkisan


    Boneka kura-kura. Saya tidak mencatat dengan baik perihal menit, tanggal, bulan dan
tahun si boneka Kura-Kura itu ada di Ruteng.  Namun saya mengingat dengan sangat baik perihal
pengirimnya. Hal lain yang masih saya ingat dengan baik adalah saat  saya ditelepon pagi-pagi
oleh si pengirim bahwa ia akan mengirimkan sesuatu untuk saya dan bingkisan itu sedang dalam
perjalanan menuju Ruteng. Dititipkan lewat seorang kaka, yang adalah sahabat saya. Ia
mengingatkan agar saya harus berterima kasih kepada si kaka yang telah membawa bingkisan itu
lintas kabupaten menuju saya. Ia juga menginginkan saya untuk segera mengambilnya, ketika si
kaka telah sampai di Ruteng.

     Saya menelpon si kaka, saat tahu bingkisan itu dititipkan lewat beliau. Saya ingat, dari nada
suaranya bahwa si kaka sedang senang seakan mendukung sesuatu yang bernama relasi
pertemanan. Masih bergema nada suaranya saat saya mengetikan ini di sini. Ia bilang ke saya
“kita akan cerita di Ruteng, Ci” dan dua hal yang saya tunggu di Ruteng pada saat itu. Pertama,
bingkisan dari si dia. Kedua, cerita dari si kaka. Saya menunggu dengan sangat tenang di Ruteng,
tidak begitu menggebu-gebu, cuman senyum dan merasa hari itu sangat indah. Saya melangkah
ke kampus dengan rute terjauh dan tidak mengeluh kelelahan pagi itu. 

     Yah, perjalanan menuju kampus. Sedikit demi sedikit saya kembali mengingat hal itu, yah
momen itu. Bingkisan itu saya dapatkan saat  saya kuliah tingkat akhir. Walau saat menulis ini,
saya lebih banyak berhenti untuk membayangkan momen itu sambil memilah dan memilih hal yang
ingin saya tulis dengan kalimat paling sederhana yang saya miliki.  Memang tulisan ini akan
menjadi sebentuk kotak pandora dan rumah tempat hal-hal yang lalu mendapatkan tempatnya.
Saya memang bukan penganut teori masa lalu, entah bagaimana teori itu berbunyi. Tapi jika
menulis tentang masa lalu, pokoknya sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi, saya akan
mengingat hal yang baik - baik saja.

     Saya melangkah ke kampus dengan berjalan kaki diliputi perasaan yang senang tanpa
menggebu. Sepanjang perjalanan, saya menyapa orang-orang yang saya kenal. Menanyakan
beberapa hal yang memang hal itu bisa dikelompokkan menjadi semacam atau sebentuk basa-
basi. Hal yang jarang saya lakukan sebelumnya, sampai ada seorang teman yang heran melihat
saya begitu ramah dan menjadi orang yang bertanya duluan ke orang. Biasanya saya hanya
sebatas tersenyum saja sampai mereka berlalu atau sebatas menjawab pertanyaan mereka tanpa
menanyakan balik. Soal menjadi ramah dengan banyak tanya, memang harus banyak belajar.
Beruntungnya, saya telah berhasil seperti itu tanpa mengganggu dengan pertanyaan yang sensitif
ke orang.

     Saya nikmati tiap langkah kaki  sambil berharap si kaka telah lebih dahulu sampai di
kampus. Sehingga saya tidak terlalu lama menunggu dengan banyak tanya. Bisa jadi saya akan
cemas dengan segala tanya di kepala. Dalam perjalanan, saya berpikir hal paling buruk yang akan
saya dengar dari si kaka. Misalnya, bingkisan itu ketinggalan di kota M atau tertinggal di bus. Saat
itu saya mulai cemas dengan pikiran seperti itu, untungnya si kaka mengabarkan kalau ia telah ada
di kampus dan bingkisan itu ada bersama dia. Ia meminta saya untuk menemuinya, yah kan
begitulah seharusnya. Saya pun menemuinya. Perjalanan bertemu dengan bingkisan.

     Sungguh hal yang indah. Saat itu saya merasa, sungguh-sungguh semesta mengijinkan
saya untuk bersenang-senang. Bingkisan itu datang bertepatan dengan saya mendapat kabar
bahwa saya menjuarai sebuah perlombaan penulisan artikel. Dosen saya yang adalah seorang
imam SVD  memberitahukan itu saat kami berada di ruangan kuliah. Saya duduk dengan sopan
sambil senyum dengan wajah malu-malu kucing mendengar tiap pujian dosen dan teman-teman.
Beberapa jam kemudian, hadiah juara perlombaan penulisan artikel itu telah masuk ke rekening
pribadi saya. Saya membagi uang itu ke dalam beberapa pos. Pos terakhir saya pakai untuk
bersenang-senang dengan teman kuliah.  Kami makan gorengan dan minum teh di kantin.

     Saat menulis ini, saya merasakan perasaan yang dulu saya rasakan datang menghampiri
saya. Menemani saya menulis dan sebenarnya saya menulis tentang itu. Jika perasaan itu dapat
dicicil, saya ingin selalu menyicilnya. Biar nanti di masa depan atau dikemudian hari saya pun turut
merasakan apa yang saya rasakan saat menulis ini. Saya merasakan perjalanan mengambil
bingkisan itu memang sangat dekat, kami telah ada di satu kampus. Namun kisah dan
pengandaian tentang bingkisan itu dan perasaan senang tentang juara dan perasaan senang
karena bisa mentraktir teman sekelas yang membuat perjalanan ini terasa jauh. Saya mulai
penasaran dengan apa isi dalam bingkisan itu. 

     Memang penasaran selalu memiliki jalannya, walau kadang tanpa tujuan. Saya mendapat 
jawaban yang diiringin perasaan paling mendebarkan. Pertama, untuk cerita tentang wajah si 
teman saat memberikan bingkisan itu ke si kaka dan cerita tentang bagaimana si teman 
mencarikan isi dalam bingkisan itu untuk saya. Saya dengar dengan perasaan yang sulit saya 
uraikan di tulisan ini. (Saat menulis ini, saya lebih banyak tersenyum) Pokoknya pasti semua akan 
merasakan perasaan itu jika ada di posisi saya, atau bisa jadi akan mengalami hal yang seperti 
saya. Kecuali jika tidak memiliki perasaan, maka perasaan seperti yang saya alami itu tidak 
mempan di hati kamu. 

     Kedua, isi dalam bingkisan itu. Sebelum saya mendeskripsikan tentang itu. Untuk kamu 
ingat  (jika kamu membaca ini); saya masih menyimpan semua dengan sangat baik. Bahkan jika 
harus menuliskannya dengan sangat rinci, saya bisa.  Walau saya yakin itu akan menjadi tulisan 
paling receh karena terus-terus tentang perasaan. Bahwa semuanya lebih dari itu. Makanya saya 
memilih untuk memilahnya, sebelum saya menggabungkanya menjadi kalimat di sini. 
Sebagaimana dengan sangat hati-hati saya membuka kertas kado yang melapisi kardus itu. 
Kardus yang berisikan sesuatu yang buat saya sangat senang, saya pun tidak bisa menjanjikan 
selama apa saya senang. Senang adalah perasaan. Perasaan itu seperti awan. 

      Setelah saya menyelesaikan membuka kertas kado hijau yang melapisi kardus itu, saya 
menemukan sesuatu. Sebuah tulisan yang selalu saya kenang yang bahkan sangat saya hafal. 
Tulisan itu dilembaran paling kecil yang isinya “untuk apa mengingat seseorang yang selalu ada 
dalam ingatan?” Setelah itu kita telepon begitu lama, membicarakan semuanya. Kita tidak 
memastikan “kita akan” tapi “kita doakan untuk jalan terbaik dalam hidup”.  Sepanjang telepon 
denganmu hari itu, sampai saat saya menuliskan ini di sini: yang menamni saya adalah boneka 
kura-kura hijau yang imut dan lucu yang kita namai LUY. LUY sehat, mata kirinya terlepas, 
pertama kali ia harum minyak zaitun.    
  
 Ruteng, 1 Februari 2020.

2 komentar:

  1. Kalau Sekarang Luy Pake Minyak Apa ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai..terima kasih sudah kunjungi blog ini. Sekarang Luy pakai molto. Hehehe

      Hapus

Setahun Berdua

                                                  " Selamat merayakan setahun berdua dalam relasi pacaran ini, *ian dan Cici.      Tida...