Jumat, 22 November 2019

Menunggu

Kamu masih menunggu, bukan?
Sama. Di sini juga saya sedang menunggu.
Saya namai ini menunggu, 
karena tak ada nama yang lebih indah
untuk menamai ini. 
Menamai ini hanya dengan membayangkan
kamu tiba-tiba kembali, 
karena tiba-tiba manusia adalah
rencana Sang Sahabat Sejati. 

Saya membayangkan kamu kembali, 
lalu kita duduk di bawah sinar mentari pagi,
sampai berpelukam sa,pai pagi lagi
menghabiskan sisa usia kita
dengan secangkir kopi Arabika, Robusta dan Juria.
Kamu membaca koran pagi, buku-buku tebal
dengan keharuman kertas yang kuat,
dan saya membaca buku puisi sambil sesekali mengetik kata-kata
yang ingin saya simpan untuk generasi kita, kelak.

Kepada generasi setelah kita,
kukisahkan bahwa menunggu seseorang dengan penuh harapan
dan kasih bukanlah hal yang sia-sia,
merasai setiap hari, mengirim telepati tiap hari
walau lucu dan lebay itu sungguh hal yang menyenangkan
dengan begitu kita disatukan dengan bantuan Sang Sahabat Sejati.
Akan kukisahkan begitu, lisan dan tulisan. 

Aku menunggu,
yang memisahkan kita hanyalah pintu tanah,
melihat seseorang ditutup tanah
dan seorang yang lain merengkuh lutut dan berdoa.

Kita berpisah,
seorang menangis di pusara
dan seorang lagi dimakamkan.

Note: Di sini, saya menunggu. Jika ini masih disebut menunggu

Ruteng, 22 November 2019

Cici




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setahun Berdua

                                                  " Selamat merayakan setahun berdua dalam relasi pacaran ini, *ian dan Cici.      Tida...