"Selamat merayakan setahun berdua dalam relasi pacaran ini, *ian dan Cici.
"Selamat merayakan setahun berdua dalam relasi pacaran ini, *ian dan Cici.
(Pantai pertama yang dikunjungi berdua, 07 Maret 2021) |
Ia berbicara
Ia
mendengar
dan
berkaca-kaca, matanya
Huruf-huruf
dirangkainya menjadi kata
didengungkannya
melambung ke langit-langit lidahnya
dan
memantul keluar melewati bibirnya
pergi
kepada telingannya sendiri
dan
kembali dipantulkan oleh langit-langit lidahnya lagi
Ruteng,
2021. Cici Ndiwa
Seorang
gadis mendidihkan air
dan
menyeduh kopi
memberinya
sedikit gula
dan
menemaninya dengan sepotong roti
menaruhnya
di atas meja di samping laptop
tempat
semua berkas lamaran kerja dan buku agenda tersusun dengan rapi
juga
list segala tempat usaha, sekolah dan kantor-kantor
yang
diberi tanda silang dan centang
yang
lembarannya tertempel di tembok di samping laptop
Seorang
gadis yang masih saja mengimpikan menjadi penyair
memindahkan
segala kesederhanaan hidup ke dalam rumitnya cara berpikir manusia
dan
rumitnya hidup kedalam kesederhanaan sebuah pemaknaan yang abstrak
untuk
sebuah puisi yang tak kunjung ia selesaikan
Ruteng,
2021. Cici Ndiwa
Menua
Bicaramu
perlahan, terbata-bata dan menekan beberapa kata
Langkahmu
mulai tertatih, kembali dilatih untuk merasai dingin lantai dengan telapak kaki
Rambutmu
perlahan memutih, sehelai demi sehelai
Rambutku
berganti warna beberapa kali
Ketika
langkahmu memelan, aku semakin cepat melangkahkan kakiku seakan berlari
Mengejar
waktu yang abstrak itu
Ketika
engkau baru saja menekan dua kata
Aku
telah memberi penegasan untuk semua kalimat
Yang
keluar dari bibirku dalam sekali tarikan nafas
Saat
engkau merasakan sesak di dadamu
Jantungku
berdetak merasakan cinta
Bisakah
engkau meminum obat-obatmu untuk ikut bersamaku
Bertumbuh
dengan cinta yang baru?
Ruteng, 2021. Cici Ndiwa
Setelah melalui pertimbangan yang cukup panjang dan berujung pada keputusan yang sangat masuk akal, saya akhirnya ke swalayan dan melihat-lihat sepatu yang cocok untuk saya. Sebenarnya ada sepasang sepatu yang telah saya incar sejak lama, bisa saja kan saya langsung ambil dan membayarnya di kasir. Namun, saya masih dengan sikap pilih-pilih saya ini. Beberapa kali saya mencoba pakai dan melihatnya di cermin toko, mencoba berjalan dengan mengenakan sepatu tersebut dan mengamatinya lama-lama di kaki saya. Saya bertanya pada bapak-bapak yang menjaga rak sepatu itu, mungkin ada warna lain. Rupanya itulah satu-satunya warna untuk model sepatu seperti itu.
Sambil menenteng sepatu itu, saya melihat sepatu yang lain yang terpajang di sana. Mencoba membandingkannya dari segi warna, model dan penerimaan saya akan sepatu itu. Tetap saja, sepatu yang saya tenteng itu tidak tergantikan oleh sepatu lain yang dipajang di situ. Saya menitipkan sepatu tersebut di meja kasir dan berkata bahwa saya akan datang lagi untuk mengambil sepatu tersebut.
Saya pun beralih ke toko yang lain, tanpa takut sepatu tersebut diambil oleh orang karena saya telah menitipkannya di kasir. Saya mencari sepatu yang modelnya sama dengan sepatu ungu itu, berharap ada warna yang lain yang bisa saya pulang. Saya menunjukkan foto sepatu tersebut ke penjaga/pelayan toko untuk mengefektifkan waktu saya dalam mencari sepatu, beberapa sepatu yang terpajang di toko-toko itu saya test namun tak ada yang cocok di hati walau pas di kaki.
Saya kembali berjalan menuju toko pertama tempat sepatu ungu itu berada, di perjalanan saya meyakinkan diri untuk memilih sepatu tersebut.
Bahannya sangat nyaman di kaki saya, bertali dan berwarna ungu. Modelnya sederhana dan cocok bagi saya yang menyukai hal-hal sederhana.
Sepatu baru saya itu berwarna ungu, diincar sejak dulu namun tetap dibanding-bandingkan dengan sepatu yang lainnya di berbagai toko. Tetap saya kembali kepada sepatu ungu yang nyaman itu.
Mungkin hal yang saya lakukan itu telah dilakukan juga oleh orang lain. Saat kita punya banyak pilihan, tentu saja kita bisa memilih-milih agar bisa mendapat satu atau dua yang bagi kita terbaik dari antara yang lain. Kita memiliki standar untuk hal yang harus ada dalam hidup kita. Saya pikir, ketika kita telah memiliki standar untuk segala sesuatu di dalam hidup kita maka proses pilih memilih atau soal pertimbangan itu hanyalah cara kita untuk menguji standar yang ada pada hidup kita.
Bicara tentang standar yang kita miliki di dalam hidup adalah berbeda antara satu orang dengan orang yang lain. Seperti saat saya bertanya kepada beberapa teman tentang sepatu ungu tersebut, ada yang berkata bahwa sepatu itu keren untuk saya kenakan dan ada juga yang bilang bahwa warna sepatu itu tidak cocok untuk saya. Bahwa saya hanya sedang menguji apa yang sebelumnya telah saya pilih.
Begitulah, perjalanan saya memilih sepatu ungu itu.
Salam hangat,
Cici Ndiwa
" Selamat merayakan setahun berdua dalam relasi pacaran ini, *ian dan Cici. Tida...